"Kita juga mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan lawatan ke Saudi yang akan dilakukan pada Mei mendatang. Pemerintah harus lebih serius mengupayakan pembebasan bagi 21 buruh migran Indonesia yang masih terancam hukuman mati di Saudi Arabia," Ermalena, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus ini menjadi bukti bahwa hubungan komunikasi antara Saudi Arabia dan Indonesia tidak lancar karena pelaksanaan eksekusi tidak ada pemberitahuan," kata Ermalena yang juga Wakil ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Ia memaparkan bukti hubungan komunikasi antara Saudi dan Indonesia tidak lancar. Pemerintah baru tahu kasus tersebut setelah vonis hukuman mati dijatuhkan sehingga mengalami kesulitan untuk melakukan upaya-upaya pembelaan.
Mayoritas kasus-kasus hukuman mati yang menimpa buruh migran yang terjadi sebelum 2011, terlambat ditangani sehingga gagal melakukan upaya pembebasan dan berakhir dengan eksekusi mati, seperti kasus Yanti Iriyanti, Darman Agustiri, Ruyati, Siti Zaenab, Karni, dan Zaini.
Menurut Ermalena, hari ini komisi IX DPR akan memanggil Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BMP2TKI) dan Menteri Tenaga Kerja. Pemanggilan itu untuk memberikan penjelasan sekaligus evaluasi moratorium untuk diteruskan dan meminta juga penjelasan Kementerian Luar Negeri.
Ermalena juga mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengirimkan nota protes diplomatik kepada Saudi.
Dalam hukum internasional ada kewajiban bagi suatu negara untuk melindungi warga negara lain yg berada di wilayahnya. Salah satu bentuk perlindungan terhadap warga negara ketika ada warga negara yang melakukan tindak pidana, kecelakaan, membutuhkan perwalian, dan kematian. Perlindungan itu melalui notifikasi resmi kepada perwakilan diplomatik di negara tersebut.
Ia menerangkan jika seharusnya notifikasi yang diberikan disampaikan tanpa penundaan waktu. Kewajiban memberikan notifikasi resmi ini tertuang dalam pasal 36-37 Konvensi Wina 1963. Bentuk bantuan konsuler yg diberikan kepada WNI di LN yaitu pendampingan, bantuan penerjemah, dan lain sebaginya.
"Notifikasi konsuler tersebut penting, mengingat banyak kasus warga negara Indonesia di luar negeri yang bermasalah dan terancam hukuman mati," tandasnya.
Zaini didakwa membunuh majikannya pada 2004 dan Mahkamah Aamah Makkah memutus vonis hukuman mati pada 17 November 2008. KBRI baru mengetahui kasus tersebut pada tahun 2008 setelah vonis mati dijatuhkan.
Upaya banding yang dilakukan pengacara KBRI tidak mengubah vonis mahkamah sebelumnya, artinya tetap vonis hukuman mati. Eksekusi mati terhadap Zaini dinyatakan incracht pada 2016.
Jokowi berupaya mengirim surat dua kali ke Raja Salman untuk membatalkan vonis hukuman mati dan berhasil menunda eksekusi selama 1 tahun 2 bulan. Kemlu berupaya mengajukan permohonan peninjauan kembali karena ada vonum (bukti baru) dan permohonan itu dikirimkan ke Mahkamah pada 6 Maret 2018. Namun dalam proses upaya tersebut, eksekusi mati telah dilakukan oleh otoritas Arab Saudi. Eksekusi mati dilakukan tanpa notifikasi kepada KBRI di Arab Saudi.
(nwy/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini