Bahaya Amendemen UUD 1945: MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi

Bahaya Amendemen UUD 1945: MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi

Danu Damarjati - detikNews
Kamis, 15 Mar 2018 18:36 WIB
Ilustrasi: Gedung DPR/MPR (Screen shoot video 20detik)
Jakarta - MPR dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bakal mengamendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD '45). Menurut pakar hukum tata negara, ini berbahaya!

"Kalau mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, menurut saya berbahaya," kata pakar hukum tata negara, Refly Harun, kepada detikcom, Kamis (15/3/2018).

Amendemen ini bermaksud mengembalikan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagaimana saat Orde Baru, saat MPR menjadi lembaga tertinggi negara. Saat itu, MPR hanya menjadi alat legitimasi penguasa agar bisa terus melanggengkan kekuasaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



"Kita memiliki sejarah yang buruk saat MPR menjadi lembaga tertinggi negara. Saat institusi MPR disandera penguasa, maka MPR hanyalah alat legitimasi melanggengkan kekuasaan Presiden secara terus menerus tanpa pembatasan di zaman Soeharto," tutur Refly.

Padahal status MPR sebagai lembaga negara tertinggi sudah batal lewat amendemen 1999-2002. Usai amendemen itu, kekuasaan di Indonesia berganti menganut paradigma 'check and balances'. MPR tak lagi menjadi lembaga tertinggi dan muncul perimbangan kekuasaan dari DPR dan DPD.

Dengan paradigma 'check and balances', maka bila rezim penguasa menguasai satu lembaga, maka lembaga lain bisa mengimbanginya. Lain cerita bila satu lembaga menjadi lebih tinggi dari lembaga lainnya.



"Intinya, MPR punya potensi untuk dikuasai kalau dia menjelma sebagai lembaga tertinggi negara. Kalau kita bicara check and balances, seharusnya yang diperkuat DPR sama DPD-nya dong," kata Refly.

"Siapa yang bisa menindak MPR bila MPR berkuasa secara mutlak?" ujarnya.

Refly berpendapat, amendemen UUD '45 perlu bila tujuannya adalah penataan parlemen dan memperkuat DPD. Lembaga ini perlu diberi peran lebih signifikan.



"Sebaliknya, MPR dengan fungsi yang tidak jelas, tidak perlu dipertahankan sebagai lembaga, cukup dijadikan joint session saja," ujar Refly.

Refly melihat amendemen ini sebagai modus politik praktis untuk menggeser kekuasaan. "Dengan menghidupkan GBHN, fokus kekuassaan itu hendak digeser kembali ke MPR, ke dalam sebuah oligarki politik," kata dia.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid pernah menepis soal kekhawatiran semacam ini. Pemberlakuan GBHN bukan berarti mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

"Kalau haluan negara disepakati adalah menghadirkan kembali GBHN, jadi MPR harus siap betul dengan segala kemungkinannya kalau disetujui berarti kita siap dengan apa yang kita kerjakan," kata Hidayat di Gedung Parlemen pada 22 Agustus 2016.



Pihak DPD juga pernah menepis kekhawatiran ini. Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan hal ini, meski dia tak menepis ada maksud MPR menjadi pemegang amanah tertinggi.

"Sejauh ini kita tidak berpikir ke sana (MPR menjadi lembaga tertinggi lagi). Ada kesepakatan bahwa MPR adalah pemegang amanah tertinggi, tapi secara struktural tidak akan berubah lagi menjadi lembaga tertinggi," kata Farouk dalam jumpa pers di Gedung Parlemen Pusat, Senayan, Jakarta, 12 Januari 2016 lampau.

Terkini, Ketua MPR Zulkifli Hasan menjelaskan amendemen terbatas UUD 1945 bakal bergulir. Konsultasi dengan Presiden Jokowi bakal mengawali amendemen ini. Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri akan mengatur lebih lanjut pertemuan dengan Jokowi.

"Kalau yang amendemen bersepakat namanya terbatas di MPR. Amendemen terbatas hanya untuk haluan negara. Karena itu, perlu konsultasi dengan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Nanti Mbak Mega (Megawati) yang akan mengatur ke sana," ucap Zulkifli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, siang tadi.

(dnu/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads