"Dugaan penerimaan tersebut masih diletakkan sebagai bagian dari tipikor yang sedang proses. Nanti kita lihat putusan pengadilan ya," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Jumat (9/3/2018).
Namun Febri mengaku tidak ingin terburu-buru menerapkan sangkaan pencucian uang karena aspek menyamarkan kekayaan itu perlu dicermati. Selain itu, KPK menunggu vonis majelis hakim yang menangani perkara ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah memang ada atau tidak petunjuk-petunjuk ke TPPU (tindak pidana pencucian uang). Tentu kita perlu perhatikan aspek menyamarkan kekayaan ada atau tidak, misalnya," ujar Febri.
Dalam tuntutan perkara ini, Nur Alam menerima gratifikasi Rp 40 miliar dari Richcorp International Ltd (milik Chen) melalui rekening polis asuransi miliknya. Namun uang itu dipindahkan Nur Alam ke rekening 4 perusahaan untuk menghindari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Awalnya, Nur Alam meminta pegawai Bank Mandiri, Sutomo dan M Junus, mentransfer uang Rp 30 miliar ke rekening PT Sultra Timbel Mas Abadi secara bertahap di bawah Rp 500 juta. Hal itu dilakukan Nur Alam untuk menghindari PPATK.
Setelah itu, Nur Alam juga membatalkan pencairan polis asuransi yang terkumpul di rekening PT Sultra Timbel Mas Abadi. Kemudian Nur Alam meminta pegawai Bank Mandiri, Sutomo, mentransfer uang di bawah Rp 500 juta secara bertahap ke rekening PT Untung Anaugi, PT Gino Valentino, dan PT Bososi Pratama.
"Uang tersebut dipindahkan dengan cara bertahap dengan nilai nominal di bawah Rp 500 juta untuk menghindari kecurigaan PPATK dengan rekening tujuan atas nama PT Untung Anaugi, PT Gino Valentino, dan PT Bososi Pratama," ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (8/3) kemarin.
Sementara itu, Nur Alam memperkaya diri sendiri dari uang yang didapat dari pengurusan izin pertambangan. Uang itu, disebut jaksa, digunakan Nur Alam untuk membeli rumah dan mobil BMW Z4 atas nama Ridho Isana, selaku staf protokoler Pemprov Sultra di Jakarta.
Uang yang diperoleh Nur Alam dari pengurusan izin pertambangan sebesar Rp 2,7 miliar. Uang itu digunakan Nur Alam untuk membeli rumah di kompleks perumahan Premier Estate Blok I/9 seharga Rp 1,7 miliar serta mobil BMW Z4 seharga Rp 1 miliar.
Atas perbuatannya, Nur Alam dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar serta subsider 1 tahun kurungan. Politikus PAN ini juga dikenai pidana tambahan pencabutan hak politik selama 5 tahun dan diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 2,7 miliar. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini