ICW Anggap RKUHP Memperlemah Pemberantasan Korupsi

ICW Anggap RKUHP Memperlemah Pemberantasan Korupsi

Zunita Amalia Putri - detikNews
Kamis, 08 Mar 2018 16:55 WIB
Foto: Diskusi ICW (Zun-detikcom)
Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritiki pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Setidaknya ICW menilai ada 12 poin kritis dari rumusan delik korupsi yang ada di RKUHP.

"Kami menolak keras keberadaan RKUHP dan kami juga ingin pengaturan tindak pidana korupsi itu dikeluarkan dari RKUHP. Karena ini akan ada pertimbangan jadi dualisme hukum yang satu jadi transisinya," kata Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Tama Langkun di Kantor ICW, Jl. Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis (8/3/2018).

Tama mengatakan RKUHP ini belum berpihak kepada kelompok rentan dan mengancam kebebasan berekspresi dan membangun proses berdemokrasi serta mengancam eksistensi lembaga independen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada alasan mengapa RKUHP ini harus ditolak. Pertama, berperspektif pemenjaraan dan sangat represif. Kedua, belum berpihak kepada kelompok rentan serta mengancam program pembangunan pemerintah, ketiga mengancam kebebasan bereskpresi dan mengancam eksistensi lembaga independen," jelas dia.

Terkait dengan isu pemberantasan korupsi, wacana kodifikasi delik korupsi dalam RKUHP dinilai juga masih memunculkan persoalan yang berpotensi mengambil kewenangan lembaga independen dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.




"DPR mengatakan bahwa jika RKUHP disahkan tidak mengganggu kerja KPK namun kenyataannya sebaliknya. Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak berlaku lagi jika RKUHP disahkan. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Korupsi Pencegahan Korupsi karena tidak dapat melakukan penindakan dan penuntutan," imbuh dia.

Tama memaparkan 12 poin kritis mengenai rumusan delik korupsi dalam RKUHP, ada 4 poin yang dinilai melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

1. KPK tidak lagi berwewenang untuk menindak kasus korupsi yang diatur dalam RKUHP karena kewenangan KPK dalam menindak kasus koruoai terbatas pada UU 31/1999 Juncto UU 20/2001 (UU Tipikor).

2. Pidana denda pada RKUHP lebih rendah daripada UU Tipikor.

3. Pidana badan pada RKUHP lebih rendah daripada UU Tipikor.

4. Pidana terhadap pelaku percobaan dan pembantuan korupsi pada RKUHP lebih rendah daripada UU Tipikor.

5. Pidana terhadap pelaku pembantuan korupsi pada RKUHP lebih rendah daripada UU Tipikor.

6. Pidana terhadap pelaku pemufakatan jahat pada RKUHP lebih rendah daripada UU Tipikor

7. RKUHP memungkinkan penghapusan pidana lewat pengembalian kerugian keungan negara

8. RKUHP tidak mengenal bentuk pidana tambahan uang pengganti seperti yang ada di UU Tipikor

9. Definisi korporasi dalam RKUHP tidak 'seluwes' UU Tipikor.

10. Kewenangan Pengadilan Tipikor untuk mengadili Tipikor menjadi hilang.

11. Kewenangan dan keberadaan PPATK menjadi hilang.

12. Tipikor menjadi tindak pidana umum. (rvk/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads