Polisi Sebut Kelompok MCA Paham IT dan Pakai Sistem Terstruktur

Polisi Sebut Kelompok MCA Paham IT dan Pakai Sistem Terstruktur

Dony Indra Ramadhan - detikNews
Rabu, 28 Feb 2018 15:10 WIB
Foto: Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana (Idham Khalid-detikcom)
Bandung - Polisi menyebut kelompok Muslim Cyber Army (MCA) telah mengerti sistem IT dalam menyebarkan berita hoax. Para pelaku juga mengunakan sistem mirror link yang terstruktur dalam menyebarkan berita bohong.

"Kebanyakan mereka pakai mirror link, terstruktur," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Rabu (28/2/2018).

Umar menjelaskan mirror link yang dimaksud ialah pelaku mengupload di suatu wilayah, kemudian dibuang ke daerah lain dan disebarkan lagi ke wilayah lainnya yang masih satu komunitas MCA.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Contoh kasus yang kemarin Yogyakarta dan ada satu kota lain cukup intens. Dalam satu jam dia bisa reposisi dari Yogya, Jakarta, Bandung dan Sumedang. Dalam satu jam, kalau secara fisik enggak mungkin reposisi Yogya, Jakarta dan Bandung dalam satu jam. Nah itulah dunia maya," kata Umar.

Umar menyebut cara seperti ini membuat penyidik cukup sulit. Sehingga penyidik jadi terbatasi menangkap permasalahannya.

"Penyidik jadi terbarier (terbatasi) menangakap ke permasalahannya," tuturnya.

Namun akhirnya polisi dapat mengungkap kasus tersebut. Polda Jabar bersama Polres Majalengka meringkus TAW (40) salah seorang anggota MCA yang mengunggah hoax muazin Majalengka dibunuh orang gila.

Kasus bermula saat adanya informasi di Facebook yang ditulis akun Tara Dev Sams pada Sabtu (17/2) lalu. Ia menulis berita yang isinya soal muazin dianiaya orang diduga gila.

[Gambas:Video 20detik]



Sementara itu polisi menyebut salah satu tersangka TAW (40) tidak mencari keuntungan dalam menyebar hoax. Kelompok MCA bekerja lebih kepada idelogi.

"Ini yang berbeda dari kasus yang dulu, Saracen. Kalau Saracen dia mendapat keuntungan materil dari orang yang memesan. Kalau MCA lebih larinya ke ideologi," ungkap Umar.

Dia menjelaskan TAW bersedia mengeluarkan uang kocek sendiri untuk membeli pulsa. Sebab, TAW membutuhkan biaya pulsa untuk mengunggah dan menyebarkan berita tersebut.

"Nah berapa dana yang keluar, besar atau kecil itu urusan nanti. Tapi yang pasti dia tidak mendapatkan apa-apa dari situ," tuturnya.

Ia menyebut hal ini dengan mudah dapat ditiru. Oleh karenanya, ia meminta agar masyarakat lebih jeli dan tidak mudah menyebarkan berita yang belum jelas asal usulnya.

"Ini fenomena yang betul-betul menjadi perhatian kita. Juga perhatian bagi masyarakat lain agar jangan sampai ikut-ikutan. Lihat, tapi tidak kroscek, langsung di reupload, langsung disebarkan," kata dia. (ern/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads