Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto menyebut awalnya Jefri ditangkap di perjalanan pada 7 Februari pukul 15.17 WIB. Setelah ditangkap, kata Setyo, Jefri pada pukul 18.00 WIB mengeluh sesak napas.
Setyo mengatakan tim Densus 88 membawa Jefri ke klinik terdekat. Namun, di klinik tersebut, kata Setyo, nyawa Jefri tidak tertolong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setyo menjelaskan, jenazah Jefri lalu dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk diautopsi, baik visum luar maupun dalam. Berdasarkan hasil autopsi itu, lanjut Setyo, Jefri dinyatakan memiliki riwayat penyakit jantung menahun.
"Pada 13 Februari 2018, hasil autopsi berupa surat visum et repertum disimpulkan penyebab kematiannya adalah serangan jantung dengan riwayat penyakit jantung menahun," kata Setyo.
Ia menyebut, pada saat ditangkap di lapangan, Jefri tidak mengatakan dirinya sakit. Lagi pula, Setyo menambahkan, pada saat ditangkap tidak mungkin ditanya sehat atau tidak karena pertanyaan tersebut baru dilontarkan ketika akan memulai pemeriksaan.
"Pada saat penangkapan yang bersangkutan, polisi tidak tahu dia itu sakit jantung karena dia tidak bilang sakit jantung. Ketika yang bersangkutan itu mengeluh sesak napas, langsung di bawa ke klinik terdekat. Ini adalah upaya dari polisi," kata Setyo.
"Itu kan pas penangkapan itu ada di lapangan. Penangkapan di lapangan kita nggak mungkin tanya Anda sehat atau sakit, karena pertanyaan itu untuk pemeriksaan. Kita berupaya beriktikad baik pada saat dia sakit langsung dibawa ke klinik terdekat," ujar Setyo.
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis forensik RS Polri Kramat Jati, Arif Wahyono, menyebut memegang sumpah dokternya dalam melakukan autopsi. Ia menyebut hasil pemeriksaan laboratorium menyebut Jefri mengidap sakit jantung menahun.
"Itu agak susah. Nggak bisa diprediksi sejak kapan (mengidap sakit jantung). Pada saat penyerahan jenazah bahwa yang bersangkutan mengidap penyakit ini," ucap Arif.
Kemudian jenazah Jefri diserahkan kepada pihak keluarga, yakni bapak kandung dan istrinya. Kemudian jenazah dimakamkan di kampung halamannya, Tanggamus, Lampung.
Penjelasan Polri Terkait Keterlibatan Jefri di Kasus Terorisme
Setyo menyebut Jefri mengetahui keberadaan tersangka kasus terorisme atas nama Agung alias Faruq. Agung disebut Setyo terlibat rencana penyerangan Mapolres dan Mako Brimob Tolitoli oleh kelompok Syamsuriadi yang ditangkap Maret 2017.
"Yang bersangkutan (Jefri) bersama Andi Rifan Munawar alias Afif dan Agung alias Faruq merencanakan aksi teror berupa penyerangan pos polisi," ujar Setyo.
Selain itu, kata Setyo, pada Agustus 2017, Jefri mengetahui perencanaan pembuatan bom mikro nuc oleh kelompok Young Farmer. Bom itu, disebut Setyo, digunakan untuk menyerang Istana Negara dan PT Pindad.
Menurut Setyo, Jefri juga mengakui terlibat dalam pelemparan bom ke Mapolsek Bontoala, Sulawesi Selatan pada 1 Januari 2018. Lalu, kata Setyo, Jefri pernah mengikuti pelatihan fisik untuk persiapan aksi di daerah Curug bersama lima orang dari JAD Subang pada 17 Januari 2018.
"Dan yang terakhir, Muhammad Jefri alias Abu Umar pernah ditangkap pada tanggal 13 Februari 2016 di Karawang Jawa Barat karena diduga terlibat dengan kasus peledakan bom di Thamrin pada tanggal 14 Januari 2016," ujarnya.
(yld/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini