Akan Gugat UU MD3 ke MK, Pukat UGM: DPR Harus Tetap Bisa Dikritik

Akan Gugat UU MD3 ke MK, Pukat UGM: DPR Harus Tetap Bisa Dikritik

Yulida Medistiara - detikNews
Selasa, 13 Feb 2018 08:35 WIB
Foto: Infografis: Andhika Akbaryansyah/detikcom
Jakarta - DPR telah mengesahkan revisi UU MD3. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim menilai ada pasal kontroversial yang disahkan DPR dan bertentangan dengan konstitusi.

Menurut Hifdzil, hak imunitas DPR bertentangan dengan konstitusional terutama pada pasal Pasal 122 huruf k yang dianggap DPR antikritik. Padahal menurutnya masyarakat boleh mengajukan kritik kepada DPR sebagaimana kritik kepada pemerintah. Untuk itu pihaknya berencana akan melayangkan gugatan ke MK terkait UU tersebut.

"Pasti (gugat ke MK) kalau memang itu yang diinginkan DPR pasti masyarakat sipil akan menggugat setidaknya Pukat. Masyarakat sipil semua akan menggugat, jadi DPR harus tetap bisa dikritik, DPR tidak bisa menutup diri kritik yang dilakukan masyarakat atas kerja kerjanya yang menyatakan mewakilkan diri sebagai angota wakil rakyat," kata Hifdzil kepada detikcom, Selasa (13/2/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ia mengingatkan hak imunitas DPR tak berlaku jika anggota DPR terindikasi melakukan tindak pidana hingga melanggar etik. Hak imunitas dapat berlaku jika anggota DPR menjalankan kewenangannya secara benar.

"Yang perlu diingat bahwa hak imunitas DPR tidak dipakai oleh anggota DPR yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi, atau pelanggaran etik, imunitas hanya dipakai ketika DPR menjalankan kewenangannya sebagai angota legislatif yang benar-benar dilandaskan kepada kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi, golongan atau bisnis tertentu," katanya.

Selanjutnya dia juga akan mengajukan judicial review terhadap Pasal 245 UU MD3 yang mengharuskan penegak hukum meminta izin Presiden setelah mendapat rekomendasi MKD. Menurutnya pasal tersebut telah dibatalkan MK pada kepemimpinan Ketua MK sebelumnya, yakni Mahfud MD.


"Ya kemungkinan (akan menggugat), jadi pasal ini sangat bertentangan dengan putusan MK dan pasal ini dengan demikian pasal ini sebenarnya inkonstitusional karena ada putusan MK yang menyatakan sebelumnya inkonstitusional. Jadi ini sebenarnya sangat mudah bagi kami melawan pasal itu," ungkapnya.

Pengajuan uji materi itu akan dilakukan jika telah ada nomor undang-undang MD3. Menurutnya akan lebih mudah jika telah ada dokumen undang-undang untuk menggugat ke MK.


"Kita harus baca dulu pasalnya kita belum menerima dokumennya, dalam dokumen menjadi penting dan kami belum menerima saat ni, setelah diberi nomor undang-undangnya dan kita akan menguji undang-undang itu," sambungnya.

Sementara itu, terhadap pasal kontroversial lainnya, Pukat UGM tidak mau terburu-buru akan mengajukan gugatan terhadap Pasal 73 UU MD3 yang mengatur polisi diwajibkan membantu DPR memanggil individu atau lembaga yang mangkir. Menurut Hifdzil, kalimat dalam pasal tersebut harus diteliti seksama, bahkan pihaknya bermaksud meminta tafsiran pasal tersebut.


"Kita akan lihat dulu apa bahasanya, apa redaksi pasalnya yang kemungkinan yang paling besar kita akan minta tafsir kepada MK, kami pikir tidak serta merta sekarang karena MK sedang kolaps atau kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Jadi kami harus hitung waktu dan strategi apakah akan dilakukan uji materi atau tidak soal ini," sambungnya. (yld/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads