"Perusahaan sawit, area (perkebunan) sawit, itu sebenarnya habitat orang utan dulunya. Orang utannya ke mana, itu kan jadi problem. Dari 2,2 juta (hektare lahan) sawit di Kalteng itu 460 ribu (hektare) itu overlap habitat orang utan. Makanya saya mau ketemu dengan perusahaan, ada sekian itu 224 perusahaan sawit," kata Dirjen KSDAE KLHK Wiratno saat dihubungi detikcom, Kamis (18/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya kita minta untuk membantu kita agar pegawainya kalau ada orang utan di kebun (sawit), protapnya, solusinya, seperti apa harus kontak kami. Itu kami punya hotline. Itu preventif agar mereka tidak membunuh, memukul, orang utan. Itu tidak seperti harimau, orang utan tidak terlalu menakutkan," urainya.
"Biasanya kalau kita tergantung di mana, kalau dia (orang utan) terisolasi di puncak pohon, itu ditembak bius dulu, baru kemudian diangkut dan diselamatkan di pusat penyelamatan rehabilitasi satwa," sambung Wiratno.
Dari hasil autopsi, orang utan itu diketahui mati karena ditembak dan dipenggal kepalanya. Wiratno menegaskan pihaknya bakal mengusut tuntas pelaku pembunuh satwa yang dilindungi itu.
"Kita akan investigasi dan mencari orang yang menembak dan memenggal itu untuk diproses hukum berkerja sama dengan gakkum," ucap Wiratno.
Wiratno menambahkan, pelaku pembunuhan satwa yang dilindungi terancam Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Lingkungan.
Sebelumnya, Centre for Orangutan Protection (COP) menyebut bangkai orang utan itu ditemukan pada Senin, 15 Januari 2018, dini hari. Sejauh ini, polisi sudah memeriksa lima saksi terkait penemuan bangkai orang utan tanpa kepala ini.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini