"Ketentuan dalam Perma Nomor 1/2011 tentang Hak Uji Materiil di MA mengandung pengaturan yang membuka kesempatan 'pembangkangan' oleh pembentuk peraturan yang dibatalkan oleh MA," ujar pakar hukum tata negara Bayu DWi Anggono kepada detikcom, Selasa (9/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketentuan yang masih membebankan pencabutan peraturan selama 90 hari kepada pembentuk sama saja dengan melanggengkan terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara selama peraturan tersebut belum dicabut," sambung Bayu.
Dia menilai pemerintah pusat ataupun daerah belum memiliki kesadaran konstitusional yang baik. Bayu menjelaskan seharusnya putusan pengadilan langsung berlaku ketika sudah divonis oleh hakim, terutama yang bersifat inkrah.
"Faktor kesadaran konstitusional dari pemerintah/lembaga dalam mematuhi putusan pengadilan juga masih belum baik. Mengingat sering kali masih ada pemahaman bahwa merupakan hak pengadilan untuk membatalkan dan merupakan hak pemerintah/lembaga untuk mengatur kembali," pungkasnya.
MA dalam putusannya mengabulkan permohonan Yuliansah Hamid dan Diki Iskandar untuk membatalkan pergub yang membatasi lalu lintas sepeda motor di sepanjang Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat.
Majelis hakim yang dipimpin Irfan Fachruddin itu juga menyatakan aturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (rvk/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini