Dengan membawa sejumlah poster, mereka menuntut pihak pemerintah atau keimigrasian segera memindahkan mereka ke tempat penampungan karena tempat yang mereka huni sekarang sudah terlalu banyak dan lambannya proses pengurusan persoalan mereka hingga bisa menetap di negara ketiga. Meski dalam kondisi hujan deras, para imigran itu tetap niat mereka untuk menyuarakan aspirasi mereka.
"Alasan mereka tertahan sampai enam bulan di Rudenim Manado dikarenakan imigran di Community House penuh karena negara suaka yang mereka tuju sudah memperketat aturan di negaranya bagi para imigran," ujar Kasubsi Registrasi Rudenim Manado, Paul Wowiling, Rabu (22/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Jumlah Tahanan di Rudenim Manado menurut Wowiling berjumlah 140 Orang yang berasal dari Afghanistan, Sudan, Eritrea, Ethiopia, Somalia, Pakistan, Suriah dan Myanmar.
Dari jumlah 140 orang tersebut, yang sudah mendapatkan status refugee atau status pengungsi sekitar 80 orang, sisanya masih dalam status asylum seekers (terusir dari negara asalnya).
"Status refugee tersebut mereka dapatkan setelah mendapat review dari UNHCR. Setelah mereka mendapatkan status refugee mereka akan dikirim ke Community House selambat-lambatnya tiga bulan di Makassar atau Jakarta," pungkas Wowiling.
Baca juga: Pengungsian di Mogadishu |
Community house merupakan tempat penampungan sementara bagi para imigran yang mencari suaka untuk negara ketiga atau negara tujuan, antara lain Australia, Selandia Baru dan Kanada.
Selama berada di Community house mereka akan dibiayai oleh IOM. Sebelum mereka dikirim ke negara tujuan mereka akan mendapatkan status resettlement atau status penempatan negara ketiga atau negara tujuan yang dikeluarkan oleh UNHCR.
(rvk/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini