"Pemkot (Surabaya) mulai saat ini harus memahami dan mengenalkan kepada warga bahwa Surabaya dan Jatim berpotensi terkena gempa 6,5 SR yang bisa terjadi di sepanjang jalur sesar," kata Pakar Kebumian dan bencana dari Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) Dr Amien Widodo saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (8/11/2017).
Selain menyosialisasikan dan memberi pelatihan tanggap darurat bencana, juga perlu dilakukan penelitian secara detil untuk mengetahui sifat fisik dan teknis lapisan tanah.
"Dengan mengetahui lapisan tanah yang terkena gempa maka akan diketahui respons tanah terhadap gempa," ungkapnya.
Langkah ketiga yang dilakukan yakni menghitung kekuatan bangunan atau gedung yang dilalui patahan atau sesar aktif untuk meminimalisir kerusakan serta korban yang ditimbulkan gempa.
![]() |
"Kalau kita plotkan melalui peta google, ada puluhan rumah, bangunan dan gedung yang dilalui sehingga perlu dilakukan penghitungan kekuatan gedung atau bangunan tersebut," ujar Amien.
Yang terpenting, kata Amien, dengan adanya pemberitahuan dini dari Pusat Kegempaan Nasional yang menyebut adanya dua patahan aktif di Surabaya maka perlu dilakukan regulasi tata ruang berbasis mitigasi bencana.
"Pemerintah mulai saat ini perlu membuat regulasi baru dengan membuat zona kawasan risiko tinggi dengan aturan yang lebih ketat sesuai dengan bangunan yang tahan gempa," pungkas dia.
Awal September 2017, Pusat gempa Nasional telah menerbitkan pemberitahuan bahwa Surabaya terdapat dua patahan atau sesar. Kedua patahan itu yakni sesar Surabaya, patahannya mulai kawasan Keputih hingga Cerme. Sesar kedua disebut sesar Waru yang patahannya mulai dari Rungkut hingga Jombang. Untuk kekuatan gempa jika terjadi bisa mencapai 6,5 SR. (ze/iwd)