"Kedatangan kami ke Polda Jatim untuk koordinasi dengan polda, untuk menjelaskan mandat Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang No 26 Tahun 2000," kata M Nurkhoiron, Wakil Ketua Komnas HAM kepada wartawan usai bertemu dengan Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Agung Yudha Wibowo di depan Gedung Ditreskrimum, Jalan A Yani, Surabaya, Kamis (10/8/2017).
Ia mengatakan, kedatangannya ke Polda Jatim juga sebagai bentuk permisi untuk menyelidiki kasus pembantaian dukun santet dan ninja yang terjadi pada tahun 1998-1999.
"Kami kulonuwun (permisi) ke kapolda, karena butuh koordinasi dengan jajaran polda. Karena, nanti kami akan turun ke masing-masing kapolres, untuk membantu mengumpulkan data-data yang pernah ditangani oleh masing-masing kapolres di wilayahnya masing-masing atas peristiwa orang-orang yang dulu diduga dukun santet, kemudian dibantai," tuturnya.
Daerah-daerah yang akan diselidiki atas dugaan pembantaian dukun santet, ninja seperti di Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Situbondo.
Informasi yang didapat Komnas HAM, ada beberapa daerah yang sudah memproses hukum sesuai dengan kewenangan kepolisian seperti di Jember, Banyuwangi.
"Dan kami butuh data itu, sebagai bahan untuk melengkapi dukumen penyelidikan kasus dugaan pelanggatan HAM berat," terangnya.
Hampir 20 tahun kasus pembantaian dukun santet dan ninja di beberapa daerah di Jawa Timur terjadi. Upaya membuka lembaran baru penyelidikan kasus tersebut, Komnas HAM berdalih, karena ingin melaksanakan amanat UU No 26 Tahun 2000.
"Memandatkan Komnas HAM atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Itu bisa dilakukan atas peristiwa-peristiwa masa lalu. Bahkan sebelum undang-undang ini muncul. Kejadiannya kan tahun 1998-1999," ujarnya.
Komnas HAM sendiri sebelumnya sudah melakukan penyelidikan terhadap kasus Petrus tahun 1965, kasus kerusuhan Mei 1998, kasus Talangsari, Lampung, serta beberapa kasus lainnya.
"Kasus yang lebih lama sudah kita tangani," ujarnya.
Ia menerangkan, Komnas HAM sudah dua tahun menyelidiki kasus pembantaian dukun santet dan ninja di Jatim. Namun, penyelidikan kasus tersebut banyak menemui kendala.
"Kesulitannya, korban-korban yang ada berbeda dengan korban pelanggaram HAM berat lainnya. Mereka ini nggak ada pendampingnya. Nggak ada yang mengurus. Nggak ada yang menginventarisir. Alamatnya saja juga sudah tercecer waktu dulu dikumpulkan oleh teman-teman dari PWNU, PCNU. Ketika kita verifikasi di lapangan, sudah banyak yang berubah. Jadi kami kerja sendirian, nggak ada yang membantu," terangnya.
Ia menerangkan, Komnas HAM sudah melengkapi berkas-berkas penyidikan dibutuhkan untuk diserahkan ke kejaksaan.
"Mungkin bulan September atau Oktober, kami akan selesaikan final reportnya hasil penyelidikan," jelasnya.
Kedatangannya Komnas HAM ke Jawa Timur, selain untuk melengkapi proses penyidikan, juga untuk menginvetarisir kembali korban.
"Memang belum terdata semua. Tapi jumlah korban angkanya diatas 200 korban," tandas Khoiron. (roi/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini