Rentetan Kritik untuk Perppu Ormas dan Pembelaan Pemerintah

Rentetan Kritik untuk Perppu Ormas dan Pembelaan Pemerintah

Dewi Irmasari - detikNews
Sabtu, 15 Jul 2017 11:54 WIB
Diskusi soal Perppu Ormas di Warung Daun. (Dewi Irmasari/detikcom)
Jakarta - Penerbitan Perppu 2/2017 tentang Ormas berujung polemik. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai Perppu ini sebagai bentuk pengadilan sepihak pemerintah kepada publik.

"Perppu ini jelas cacat dari sisi prosedur, substansi, mengkhianati semangat demokrasi dan hukum. Tidak ada kegentingan yang memaksa, yang harus pemerintah mengeluarkan Perppu ini," ungkap Fadli dalam diskusi 'Cemas Perppu Ormas' di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).

Saksikan video 20detik mengenai Polemik Perppu Ormas di sini:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menyoroti soal ormas ini, Fadli menilai seharusnya pemerintah tidak perlu terburu-buru menerbitkan Perppu. Pemerintah bisa saja mengajukan revisi Undang-Undang Ormas, yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2013.

"Sehingga tidak sepihak, termasuk soal pengadilan, tetap akan ada. Supaya masyarakat tidak diadili sepihak oleh pemerintah," ujar Fadli.

Perppu Ormas yang baru dikeluarkan ini memang tidak mempertimbangkan adanya peradilan sebelum ormas resmi dibubarkan. Aturan pembubaran ormas lewat pengadilan yang ada dalam UU 17/2013 dihapus dalam Perppu tersebut.


"Saya lihat ada kecenderungan sasaran Perppu ini adalah ormas-ormas Islam. Jangan ada adu domba yang bisa membuat kegaduhan, konflik horizontal, dan akhirnya bisa mempengaruhi ekonomi," tutur Waketum Partai Gerindra tersebut. Sebagai catatan, salah satu pendukung utama Perppu ini adalah Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di Indonesia.

Kritik juga terus datang dari PAN, yang merupakan partai koalisi pemerintah. Ketua DPP PAN Yandri Susanto menyayangkan sikap pemerintah yang tidak mengajak serta partainya berbicara sebelum Perppu Ormas diterbitkan.

"Yang kami soroti mengapa dihapus pasal soal pengadilannya. Kami, PAN, partai koalisi, tidak pernah diajak diskusi. Kalau diajak diskusi, mungkin kami atau Bang Zul (Ketum PAN Zulkifli Hasan, red), kami akan beri masukan agar aturan soal pengadilan tidak dihapus," tutur Yandri dalam kesempatan yang sama.

Anggota Komisi II DPR ini menyebut kader PAN mayoritas menilai Perppu Ormas tidak perlu dikeluarkan. Apalagi UU Ormas juga umurnya baru sekitar 3 tahun. Yandri khawatir, dengan penerbitan Perppu Ormas ini, nantinya akan muncul politik balas dendam. Apabila pihak penguasa saat ini sudah purna-tugas, pihak kontra terhadap mereka akan mengeluarkan aturan yang merugikan bila kemudian mendapat kekuasaan.


"PAN betul-betul akan mengkritisi. Atau kalau DPR pada akhirnya menerima Perppu Ormas, PAN akan memberi catatan-catatan," ucapnya.

Hal senada disampaikan Ketua Eksekutif Nasional Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia Chandra Purna Irawan. Dia menyoroti perlunya pemerintah memberikan hak kepada setiap orang untuk melakukan pembelaan meski dituding bersalah atau melakukan pelanggaran.

"Sah-sah saja pemerintah ingin membubarkan, tapi perlu catatan, negara perlu memandang semua rakyat memiliki hak untuk melakukan pembelaan. Ketika pemerintah menuduh (kelompok) anti-Pancasila, tolong berikan hak yang tertuduh melakukan pembelaan. Jangan dibubarkan dulu," kata Chandra.


"Saya harap DPR akan menolak atau menerima dengan catatan. Pasal soal pengadilan kemudian dikembalikan," tutur dia.

Sementara itu, dari pihak pemerintah, Dirjen Ormas Ditjen Politik dan Pemerintah Umum Kemendagri La Ode Ahmad memastikan Perppu 2/2017 dilahirkan bukan bertujuan membubarkan ormas. Perppu ini disebutnya sebagai rambu-rambu untuk menjelaskan aturan dengan lebih rinci dan detail.

"Poin Perppu ini me-refer bahwa lembaga yang berwenang menerbitkan pengesahan dia juga yang berwenang untuk mencabut atau menganulirnya. Mengatur agar lebih sistematis agar mudah ditafsirkan," ucap La Ode.

Pemerintah saat ini juga disebut masih menunggu pertimbangan DPR soal Perppu Ormas tersebut. Perppu Ormas sudah dikirim ke DPR untuk dimintai persetujuan apakah bisa dijadikan undang-undang.

"Semua proses hukum akan kita taati. Kita akan melalui prosedur-prosedur yang akan kita hormati, menunggu pertimbangan DPR. Kita juga akan memperhatikan masukan-masukan dari masyarakat," tuturnya. (elz/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads