Namun otoritas AS hanya mengambil langkah pencegahan kecil untuk menghadapi potensi kerusuhan atau kekerasan usai pilpres. Seperti dilansir Reuters, Jumat (4/11/2016), ancaman peretasan komputer dan potensi muncul kekerasan menyelimuti pelaksanaan pilpres pada 8 November mendatang. Muncul juga kekhawatiran Rusia atau aktor lainnya menyebarkan informasi politik palsu secara online atau mungkin merekayasa pemungutan suara.
Untuk menangkal ancaman dunia maya, seluruh 50 negara bagian, kecuali dua di antaranya, telah menerima bantuan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS). Bantuan itu untuk menyelidiki juga memindai pendaftaran setiap pemilih dan memeriksa kerapuhan sistem pemilu. Otoritas Ohio telah meminta bantuan satu unit perlindungan dunia maya dari Garda Nasional untuk melindungi sistem pemilu negara bagian itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Kamis (3/11) waktu setempat, Sekretaris Negara Bagian Arizona Michele Reagan dan tim keamanan dunia maya Arizona bertemu dengan para pejabat dari Biro Investigasi Federal (FBI) dan juga DHS untuk membahas ancaman dunia maya menjelang pilpres.
Para pakar keamanan dunia maya dan sejumlah pejabat AS menyatakan, kemungkinan peretas bisa mengubah hasil pemilu sangat kecil, karena mesin voting di AS tidak terhubung langsung ke internet. Namun FBI mengirimkan peringatan kepada negara-negara bagian AS, pada Agustus lalu, setelah mendeteksi adanya pelanggaran database pendaftaran pemilih di Arizona dan Illinois.
Pejabat intelijen yang enggan disebut namanya, menuturkan kepada NBC News bahwa tidak ada peringatan spesifik soal serangan pada hari H pilpres. Namun intelijen AS tetap mengkhawatirkan serangan peretas dari Rusia maupun negara lain yang berupaya mengganggu proses pemungutan suara.
Baca juga: Mengenal Sistem Electoral College yang Rumit dalam Pilpres AS
Sementara itu, potensi terjadinya kekerasan juga membayangi pilpres mendatang. Kelompok-kelompok di AS telah bersumpah akan memantau lokasi-lokasi pemungutan suara untuk mengawasi dugaan kecurangan pemilu.
Praktik intimidasi pemilih dilaporkan terjadi sejumlah tempat pemungutan suara di empat negara bagian, sehingga memicu kalangan Partai Demokrat menuding capres Partai Republik Donald Trump menyerukan 'tindakan sewenang-wenang dengan melakukan intimidasi pemilih'.
Namun berbagai otoritas lokal, antara lain Ohio, Pennsylvania, Arizona, Wisconsin dan Florida, yang disurvei oleh Reuters pada Kamis (3/11), menyatakan mereka tidak meningkatkan upaya pengamanan terkait pilpres. Personel penegak hukum yang dikerahkan mengawal pilpres masih sama seperti tahun 2012.
Baca juga: Hillary Berbalik Ungguli Trump dalam Dua Polling Terbaru
Secara terpisah, juru bicara FBI menyatakan pihaknya mengerahkan satu agen khusus dari 56 kantor lapangannya untuk mengurusi persoalan pilpres. Kendati demikian, FBI tidak meningkatkan jumlah personel untuk mengawal pilpres tahun ini.
Direktur Eksekutif Fraternal Order of Police, Jim Pasco, yang mewakili ratusan ribu polisi AS, menyatakan pihak kepolisian mengambil langkah keamanan yang sama seperti saat mengawal peristiwa publik yang melibatkan banyak massa. Pasco menyebut, sumpah para kelompok untuk memantau pilpres kemungkinan hanyalah 'omongan belaka'.
(nvc/trw)