Dalam catatan detikcom, Senin (1/8/2016), Jaksa Agung HM Prasetyo mengantongi seratus nama lebih daftar terpidana mati, sebagian besar dari kasus narkoba. Dari nama-nama itu, beberapa nama melakukan kejahatan dalam satu kasus dan semuanya dihukum mati.
Sebutlah Freddy Budiman. Ia awalnya dibekuk karena kasus impor 1,4 juta pil ekstasi dari China ke Indonesia yang disarukan dalam paket akuarium dan dikirim lewat jalur laut. Tapi siapakah pemilik 1,4 juta pil ekstasi itu? Selidik punya selidik, paket itu milik Chandra Halim. Freddy dan Chandra bertemu di dalam sel penjara Nomor 16 LP Cipinang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Chandra sebagai pemilik 1,4 juta pil ekstasi meminta bantuan Freddy untuk mengurus barang itu dari proses impor hingga mengedarkan barang itu ke konsumen di tanah air. Keuntungan paket senilai Rp 4 miliar itu akan dibagi di antara mereka berdua.
![]() |
Setelah terungkap, Chandra hukumannya bertambah yaitu hukuman seumur hidup dan hukuman mati. Adapun Freddy hukumannya juga bertambah menjadi hukuman 9 tahun penjara dan hukuman mati.
Meski kasta Chandra dalam kartel narkoba lebih tinggi, tapi Jaksa Agung HM Prasetyo memilih mengeksekusi mati terlebih dahulu Freddy. Chandra kini masih meringkuk di LP Cipinang.
Soal keanehan skala prioritas ini juga terlihat dalam kasus Ola. Perempuan yang dipanggil 'Jenderal' di antara teman-teman LP Wanita Tangerang itu dihukum mati dalam kasus rencana ekspor 6,5 kg heroin ke Inggris pada awal medio 2000-an. Dalam aksi itu, Ola merekrut saudaranya, Rani dan Dani sehingga Ola berada dalam puncak struktur karena sebagai perekrut dan perencana.
Di tengah jalan, hukuman mati Ola dan Dani diampuni Presiden SBY menjadi hukuman penjara seumur hidup. Adapun Rani sempat berusaha kabur dari penjara dan menggugat hukuman mati ke Mahkamah Konstitusi (MK) tetapi semuanya kandas. Rani akhirnya harus menjalani proses eksekusi mati pada awal 2015.
Belakangan, Ola kembali dihukum mati oleh Mahkamah Agung (MA) pada Desember 2015. Ia terbukti mengedarkan narkoba dari dalam penjara. Meski demikian, Jaksa Agung HM Prasetyo tidak memprioritaskan mengeksekusi mati Ola pada 29 Juli kemarin, padahal bawahannya yaitu Rani telah dieksekusi mati.
Catatan terakhir yaitu munculnya nama Serge Atlaoui. WN Prancis itu melakukan kejahatan serius dalam pembangunan pabrik narkoba terbesar ketiga di dunia yang berada di Tangerang dan terungkap pada 2005.
Tapi bagaimana struktur kejahatan di pabrik itu? Pabrik itu didirikan oleh Benny Sudrajat yang berperan sebagai pemilik modal, pemilik jaringan ekstasi internasional dan perekrut Serge serta anak buah laiinya yaitu koki narkoba dari Belanda, Nicolas Josephus Gernardu hingga mendatangkan para pekerja pabrik dari China. Sembilan orang akhirnya dihukum mati di kasus ini, yaitu:
1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. WN China Zhang Manquan
4. WN China Chen Hongxin
5. WN China Jian Yuxin
6. WN China Gan Chunyi
7. WN China Zhu Xuxiong
8. WN Belanda Nicolas
9. WN Prancis Serge
![]() |
Baca Juga:
Benny Lebih Fantastis dari Freddy Budiman, Mengapa Tak Dieksekusi Mati?
Jejak Kakek WN Belanda Berusia 72 Tahun yang Tak Kunjung Dieksekusi Mati
MA Hukum Mati 9 Orang, Anggota 'Tangerang Nine': Tangkap Peter Wong!
Indonesia Darurat Narkoba dan Jejak Pabrik Sabu Terbesar Ketiga di Dunia
Dengan daftar kejahatan Benny, HM Prasetyo lebih memilih memprioritaskan mengeksekusi mati anak buah Benny yaitu Serge. Alih-alih mendapatkan simpati, prioritas mengeksekusi mati membuat runyam hubungan antar negara Indonesia-Prancis. Hingga akhirnya nama Serge tidak muncul pada proses eksekusi mati gelombang ketiga kemarin.
"Semua sudah dipertimbangkan," kata Prasetyo pendek dalam jumpa pers menjelaskan proses eksekusi mati Gelombang III pada Jumat (29/7) pagi.
Lalu apa pertimbangannya, Pak Jaksa Agung? (asp/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini