Berdasarkan catatan detikcom, Minggu (28/2/2016), pria bernama Nicolaas Garnick Josephus Gerardus itu lahir di Jakarta pada 8 September 1944. Usai Indonesia merdeka, orang tua Nicolaas hengkang dari Batavia dan kembali ke Belanda dengan membawa Nicolas. Di Belanda, Nicolas tinggal di Limneaeus Hof No 69, Amsterdam, 1098.
Di dunia hitam, Nicolaas dikenal sebagai koki alias peracik narkoba kelas ulung. Di tangannya, berbagai bahan baku narkoba ia sulap menjadi ekstasi dan sabu kualitas nomor wahid. Kakek yang juga biasa dipanggil Dick ini mulai terendus Mabes Polri pada 2004 silam saat kerap datang ke Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedatangannya di Indonesia langsung dijemput di Bandara Soekarno-Hatta oleh orang suruhan Benny. Nicolaas lalu istirahat di sebuah hotel dan mulai bekerja 4 hari setelahnya. Dalam kerjanya ini, Nicolaas menggandeng WN Prancis, Serge Ataloui yang bertugas sebagai mekanik pabrik narkoba.
Cara kerja Nicolaas cukup mahir. Dalam membuat MDMA (bahan baku ekstasi), Nicolaas memasukkan piperonil metil keton (PMK), methanol, methilemanie, alumunium, caustic soda , mercury clorid ke dalam gelas beaker bermagnit selama 5 jam.
Setelah itu disaing dan hasil penyaringan dimasukan ke panci dan dipanaskan kembali selama 4 jam dan menghasilkan PMK murni. PMK murni itu lalu kembali dicampur dengan bahan kimia dan dimasukkan ke freezer sehingga menjadi bahan baku ekstasi. Bahan baku ini lalu dibuat pil-pil ekstasi oleh tim lain di pabrik itu.
Imbalannya yaitu Nicolaas dan Serge masing-masing mendapatkan upah seribu Euro hingga 3 ribu Euro per kg sabu/bahan baku ekstasi, tergantung kualitas narkoba yang dihasilkan. Setelah selesai proses tersebut, Nicolaas lalu kembali pulang ke Amsterdam.
Di dunia narkoba, ekstasi kualitas Belanda/Eropa diakui lebih 'bagus" dibandingkan dengan ekstasi racikan orang Asia. Ciri-cirinya pil setan itu lebih keras, sedangkan kualitas rendah lebih mudah pecah atau mudah dipotong dengan tangan kosong.
Selain melibatkan koki Belanda, Benny juga mengundang koki dari China yaitu Zhan Manquan, Gan Chunyi, Chen Hongxin, Jiang Yuxin, dan Zhu Xuxiong. Kelimanya tiba di Indonesia pada 12 Mei 2004 dan disusul kedatangan Nicolaas dan mereka ramai-ramai membuat sabu dan ekstasi. Untuk menjaga kualitas barang, Serge mengontrol seluruh kondisi pabrik.
Aktivitas pabrik ini tercium Mabes Polri dan digerebek pada 11 November 2005. Dunia internasional menyatakan pabrik ini menyebut pabrik ini sebagai pabrik terbesar ketiga di dunia.
Nicolaas dan lainnya lalu diadilli dan sembilan orang dihukum mati. Termasuk Benny yang juga Ketua 'Tangerang Nine'. Tapi setelah dimasukan ke penjara, ternyata Benny tidak kapok dan di LP Pasir Putih, Nusakambangan, tetap leluasa mengendalikan pembangunan pabrik narkoba di Pamulang, Cianjur dan Tamansari pada 2009-2010. Ia memanfaatkan dua anaknya yang masih bebas untuk kembali membangun pabrik narkoba. Benny lalu diadili lagi oleh pengadilan dan karena sudah dihukum mati maka ia divonis nihil.
Kini kakek itu sehari-hari hidup di balik LP Nusakambangan. Padahal, ia dihukum mati oleh pengadilan, bukan dihukum penjara. Alhasil, ia menerima dua hukuman yaitu hukuman penjara dan hukuman mati.
"Bisa (dalam waktu) dekat, bisa enggak," kata Jaksa Agung Prasetyo akhir pekan ini menjawab kemungkinan waktu eksekusi mati dilakukan. (asp/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini