"Kepala daerah punya kewenangan. Karena dia punya tanggungjawab masalah ketertiban di daerahnya," ucap Anton saat berkunjung ke Jember, Sabtu (7/5/2016).
Dia menjelaskan bahwa semua konflik sosial dan segala macamnya merupakan ranah bupati dahulu. Anton mengatakan kepala daerah harusnya bisa mengecek jika kegiatan itu diselenggarakan oleh organisasi masyarakat atau kelompok masyarakat.
"Tinggal cek di Kesbang linmas, ada strukturnya tidak di situ," jelasnya. Jika memang Ormas, maka ada aturan dan sesuai dengan ketentuan maka untuk menindaklanjuti juga ada aturannya.
Jika bukan, maka masyarakat biasa yang bisa langsung dihentikan kegiatan yang meresahkan ketertiban umum.
Anton menambahkan, pemerintah daerah termasuk Jember seharusnya mencari tahu mengapa masyarakat menolak, dan harus berusaha untuk mencegah timbulnya bentrokan fisik antar masyarakat. Sehingga tidak bisa serta merta semua diserahkan kepada pihak kepolisian.
"Kita Polri hanya untuk antisipasi jangan sampai ada bentrokan fisik. Jika ada bentrokan fisik maka kita yang bertindak," tegasnya.
Dia mengatakan, siapapun masyarakat maka harus dilindungi semuanya. Jika memang sudah mengganggu ketertiban umum, maka akan menjadi ranah dari pihak kepolisian.
Yang jelas, lanjut Anton, pihaknya akan mengantisipasi apapun yang terjadi, termasuk jika membuat gerakan-gerakan anarkhis akan ditindak tegas oleh pihak polisi. "Kita tidak pernah takut untuk itu," tegasnya.
Terkait dengan sejumlah perlawanan masyarakat disejumlah daerah, diakui Anton, seharusnya HTI yang harus mereview diri sendiri. Seharusnya mereka bisa bertanya kepada diri sendiri mengapa ada perlawanan dari masyarakat. "Ya harus bisa introspeksi diri lah," tutupnya. (bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini