Wilayah kerja Polsek Penjaringan salah satunya adalah Kalijodo yang terkenal sebagai kawasan prostitusi, judi dan premanisme. Saat nama Kalijodo mencuat kembali pasca insiden kecelakaan Toyota Fortuner di Jl Daan Mogot, Kalideres,Β yang menewaskan 4 orang pada Senin 9 Februari, Krishna Murti pun menjadi incaran wartawan dari berbagai media untuk diwawancara.Β
Maklum dia pernah menjadi Kepala Kepolisian Sektor di Penjaringan selama kurun waktu 2001 hingga 2004. Dia terlibat langsung dalam menangani konflik sosial dan penyakit masyarakat di Kalijodo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu Krishna yang merupakan lulusan terbaik Sekolah Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 2000 juga melakukan pendalaman soal Kalijodo sebagai bahan thesis S2-nya.Β Hasil penelitiannya tersebut kemudian dibuat buku dengan judul, 'Geger Kalijodo' yang terbit tahun 2004.
Β
Krishna Murti yang tengah sibuk menangani kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihan sempat tak mau memberikan keterangan kepada wartawan soal Kalijodo. Setelah diyakinkan, dia pun akhirnya bersedia diwawancara detikcom dan jurnalis Warta Kota pada Kamis malam, 11 Februari 2016.
Berikut petikan wawancaranya:
![]() Galiat malam di Kalijodo. (Foto: Hasan Alhabshy/detikcom) |
Seperti apa Kalijodo saat Anda menjadi Kepolsek Penjaringan?
Β
Kalijodo zaman sekarang itu beda sama Kalijodo zaman dulu. Kalijodo sekarang itu aman sekali. Bahwa penyakit masyarakat itu selalu ada, iya. Nah Kalijodo itu lokasi yang sebenarnya tanah bantaran sungai yang sebenarnya dikuasai beberapa pihak, dikavlingi. Bangunannya yang awalnya semi permanen kemudian menjadi permanen dan harusnya dikelola oleh negara.
Sekarang tumbuh kafe-kafe, dulu kiri kanan tertutup di dalam situ seperti lawless place, tempat tanpa hukum. Saya sebagai kapolsek waktu itu bersama Pemda setempat membereskan tempat itu dengan pertempuran-pertempuran yang akhirnya sebelah sungai itu dibersihkan, ditata jadi bagus. Sekarang tetap kafe itu tumbuh di situ. Itu dari 2001-2002.
Kafe itu kan awal tumbuhnya itu- kan itu awalnya dipakai nongkrong-nongkrong, terus pacaran. Namanya juga Kalijodo, pesiarlah, liburanlah. Pada main-main ke situ, kemudian muncullah warung-warung. Itu kan ciri-ciri komunitas urban, bangunanya semipermanen, nah akhirnya jadi bukan hanya jadi tempat bukan hanga datang cowok cewek lagi tapi cewek-cewek yang sudah siap di situ. Di situlah ada perdagangan wanita, nah kemudian ada kafe-kafe. Lokasi Kalijodo itu strategis, daerah situ ekonominya bagus.
Jadi kalau orang mau entertain dirinya cari tempat yang kelas bawah, ke situ. Nah karena banyak orang datang sudah dulu dulu muncul namanya perjudian, bagian dari entertaint yang disiapkan oleh operator-operator di sana. Karena di situ juga ada perjudian maka muncullah pengamanan. Muncul premanisme, grup kelompok preman.
Tiga kelompok berdasarkan etnis: Bugis, Mandar dan Banten. Mereka menguasai operator perjudian di 3 titik. Tapi karena ada perjudian di 3 titik, muncul keributan-keributan. Kenapa? Karena kalau di titik satu ramai, di titik lain sepi jadi iri kemudian ada gesekan. Karena tingkat gesekannya tinggi, panas. Kalau sudah terjadi gesekan, bunuh-bunuhan, bakar-bakaran. Belum selesai kalau belum ada yang kebakar.
Waktu saya datang mereka mencoba untuk eksis. Saya katakan nah ini, kalau konflik terus begini Jakarta tidak menunjukkan sebuah kota yang beradab. Maka saya selesaikan. Saya berjuang menyelesaikan itu, perjudian saya tutup, perang itu. Berkali-kali kita hantam yang tadinya polisi tidak bisa masuk sama saya bisa masuk, rata.
Perjudian sudah tutup, kemudian ini kita minta diambrukkan, zaman Pak Sutiyoso ini diambrukkan. Langsung dirapikan, sudah rapi.Β Tapi kan pengelolaannya di situ. Masyarakat selalu kan ada ruang-ruang di tanah mana pun yang kemudian tidak bisa terlalu diatur kemudian diisi dan itu sudah ranahnya pemerintah untuk menata ruang itu. Mau diapakan selanjutnya.
Karena tidak di-maintenance mungkin, maka tetap tumbuh. Tapi secara keamanan, itu aman. Orang kalau jalan di situ tidak akan diganggu, karena mereka menjaga kalau dia aman. Maksudnya begini kalau tidak terjadi di situ maka polisi tidak akan masuk kan, mereka takut kalau ada polisi karena akan mengakibatkan ini mereka terganggu, maka mereka menjaga supaya tidak aman.
Anak kecil jalan, perempuan jalan di situ enggak akan diganggu, aman. Orang menikmati di situ sebuah wilayah 'wisata' untuk laki-laki karena kan di sini orang-orang pelaut-pelaut itu kalau pengin hepi-hepi ke situ, semua yang kelas bawah itu.
Kalijodo itu seberapa luas?
Sepanjang sungai saja, tapi tidak sampai semua. Dari sini Teluk Gong batasnya di utara, di barat Bandengan, di selatan ini ke arah Tanjung Duren, di sepanjang bantaran sungai situ saja. Kalau dari tol itu kelihatan Kalijodo itu. Jadi orang di situ senang, minum di situ, nyanyi. Kan ada kafe-kafe dangdut, tiap kafe punya penyanyi dangdut sendiri tapi ada 50-an kafe.
Orang boleh milih ke mana saja. Bukan lokalisasi juga, itu kafe. Kalau suka di atas ada kamar-kamar. Nah sekarang penertiban kan sudah dilakukan, sekali lagi ini kan penyakit masyarakat, ditekan muncul di tempat lain. Kalau mau ditertibkan, pertanyaan berikutnya sekarang yang di situ mau dikemanain kan ribuan orang dan sini. Dulu sudah dihantam, sudah habis, sudah dirapikan.
Ini dulu tanah kosong, tanah negara. Kebiasaan di Jakarta tanah kosong dikavling sama mereka. Dulu 40-50 tahun lalu. Tanah itu mereka tidak ada suratnya, semua bangunan permanen semua.
Bagaimana dengan kasus human trafficking?
Waktu saya ada nanganin. Kalau sekarang enggak ada. Tapi di situ ada simbiose semua. Mereka datang cari perempuan, perempuan-perempuan itu enggak punya uang datang, saya dong kerja di sini. Nongkrong saja nyari tamu. Syukur-syukur ada tamu kasih Rp 50 sampai 100 ribu. Jadi di mana saja ada di seluruh dunia di muka bumi itu ada yang kayak begitu. Yang penting kalau dari sisi keamanan aman nyaman.
Bahwa kemudian antara tamu dengan si cewek itu terjadi sesuatu kan itu diri mereka.
Nah bedanya dulu karena ada perjudian hukumnya hukum rimba, siapa kuat dia berkuasa. Dulu. Nah sekarang karena tidak ada perjudian, tidak ada pengamanan mereka tidak provide pengamanan.
Perputaran uangnya di situ berapa?
Bisa miliaran itu sebulan. Kalau sekarang tidak ada, kafe-kafe itu kan kecil. Perjudiannya tidak ada sama sekali sekarang. Saya kan sebulan lalu masuk sana. Undercover sendirian. Saya tahu, saya memantau. Saya duduk sampai jam 1 pagi duduk di situ, ada yang kenal saya sampai kaget-kaget. Bekas dedengkot sama warga situ. Bapak kan bekas Kapolsek dulu (tapi dia tidak tahu saya Dirkrimum). Iya saya pengin lihat kayak apa sekarang, dengerin dangdut-dangdut itu.Β Tapi saya pengin tahu potensi kerawanan di situ sekarang seperti apa.
Jadi ini tidak termasuk potensi kerawanan tinggi (untuk sekarang ini). Bahkan beberapa tahun terakhir ini hampir tidak ada keributan di Kalijodo. Kalijodo itu kan ribut karena ada yang nabrak setelah minum di situ.
Sekarang pada ke mana dedengkot itu?
Β
Sudah nah kayak yang nodong saya (baca: Kisah Kombes Krishna Murti Ditodong Pistol Preman di Kalijodo)
Sudah ditangkap, ditahan, sudah keluar. Dia kan punya kehidupan di situ ya dia kembali ke situ membangun bisnis kafe saja, tidak ada judinya. Karena kalau ada judinya harus ngasih uang makan pengamanan, nah dia tidak bisa kasih uang makan. Karena saya hantam kan judinya. Kalau kafe cuma bayar tempat murah, mereka dapat tip kalau nemenin tamu, cewek-cewek kalau ada yang datang dikoordinir, duduk saja di situ, urusannya sama tamu saya jual minuman. Enggak besar lagi.
Dulu koprok, judi puteran mesin terre ada bolanga ada pasang qiu-qiu. Orang kelas bawah datang, yang menang dikawal pulang, yang utang. Karena perputarannya besar, orang cari duit banyak.
Bagaimana jika kafe-kafe bermunculan lagi?
Ya tergantung pimpinan, misalnya penertiban, kan ada kebijakan Kapolda yang harus dilakukan. Apa perintah Kapolda, Kapolda perintahkan kita jalankan dan Kapolda kan koordinasi sama pemda, kita back up. Tidak masalah. Masalahnya kalau keamanan itu aman, problemnya hanya penertiban saja.
Penertiban dulu itu resistensinya tinggi sekali, perang pakai tombak, anggota ada yang luka matanya kena panah, ada yang luka ada semua di buku saya, sejarah-sejarah itu.
Bagaimana potensi kamtibmas dengan munculnya kafe-kafe, terjadi mabuk terus berantem di situ?
Kalau di Kalijodo enggak gitu, karena ada sekuritinya, pengamanannya. Lokal orang-orang situ. Kalau yang ribut ditarik. Mereka menjaga agar tidak ada masalah. Setahun ini saya enggak pernah dengar ada masalah di Kalijodo.
Dulu perang terus setiap dua malem ada keributan, tiap minggu ada bunuh-bunuhan. Orang dibunuh dibuang, itu dulu tahun 2000-an orang dulu lagi politik lagi transisi itu tidak stabil, itu hidup dia. Saya masuk susah waktu itu. Tapi sudah. Sejak itu Kalijodo mati sebagai sarang preman habis dia.
Kalijodo sekarang bukan sarang preman. Dulu sarang preman. Orang nyuri ngerampok sembunyi di situ hilang karena dilindungi.
Makanya saya hantam. Kapolda telepon saya waktu itu Pak Makbul Padmanagara, "Krishna kamu butuh berapa pasukan". Saya bilang seadanya, Pak. Oke saya kirim 8 kompi, 800 orang. Saya terima, saya yang pimpin sendirian waktu itu, sama Kapolsek Tambora saat itu Pak Sigit yang sekarang jadi ajudan Presiden.
Dua orang dengan pasukan ngantem kiri kanan. Saya yang mimpin karena wilayah saya banyak prostitusinya, perjudiannya di Tambora. Itu kan cuma disekat parit.
Premannya dua ribuan dulu dan itu kalau ada masalah, semua tombak, panah keluar semua. Dulu operasi senjata tajam, ada videonya di youtube itu.
Banyak juga ya 2 ribu?
Banyak. Banyak, Mandar 500 orang, Makassar 500 orang, Banten itu cuma 200-300 tapi kalau ribut dari Serang datang, dikasih makan untuk ribut. Banten, Mandar dan Makassar. Nah FPI masuk dilawan, dulu. Masuk mau berantas, dilawan. Mereka kalahnya cuma sama polisi kalau yang lainnya mereka berani. Kalau sama polisi, sama saya mereka tahu, saya berdiri paling depan. Makanya saya punya pendekatan khusus untuk menghantam mereka, itu saya tuliskan achievement terbesar selama saya menjadi Kapolsek di situ, membuat Kalijodo jadi daerah yang tertib dan aman.
Tapi kan kita nggak bisa seperti ini kerja sendiri, bikin kayak wilayah lain. Kalau mau aman betul. Dihancurin semua, tapi kan itu ribuan rumah bukan satu dua, ribuan. Dan rumahnya permanen.
![]() Geliat malam di Kalijodo. (Foto: Hasan Alhabshy/detikcom) |
Setelah sudah tahu potensi kerawanannya di situ, kira-kira harus diapakan Kalijodo?
Itu harus dipikirkan solusinya harus secara komprehensif, misalnya bahwa mereka sudah tinggal puluhan tahun ya dikompensasi, ini harus. Salah sendiri dulu, kan tanah negara harus dikuasai negara. Kalau tanah negara dicaplok orang salah siapa? Kenapa enggak dari dulu, dan itu sudah 50 tahun, pembuatan-pembiaran, akhirnya mereka jual beli tanah hanya pakai surat RT saja, sama kayak Muarabaru. Muarabaru juga waktu dibersihin kan danau dipatok, suratnya surat dari RT. Makanya jadi RT di Muarabaru pemilihannya ngalahin pemilihan lurah, walikota. RT di Muarabaru itu yang jual-jual tanah di atas danau itu kaya, satu surat Rp 3 juta. Kan memang ada slum area di semua negara, seperti bronx itu selalu ada.
Potensi kerawanan sekarang sudah tidak separah dulu?
Aman, makanya orang senang datang ke situ. Mereka menjaga supaya orang ke situ safe, aman. Justru dijaga Kalijodo itu dibanding Teluk Gong lebih banyak rampok, maling di Teluk Gong, di Kalijodo enggak ada. Enggak akan dirampok masuk situ. Karena kalau dirampok berarti kan mengganggu kenyamanan tamu, musuh bersama, dihajar sama mereka.
Justru yang lebih rawan rampok itu Teluk Gong itu, Kalideres di bawah itu justru lebih rawan, jalan layang Jembatan Dua ke Jembatan Tiga itu begal-begal lebih rawan daripada Kalijodo sekarang.
Bagaimana dulu Anda menertibkan Kalijodo?
Nah saya mendiagnosa konflik ini apa, oh uang perebutan sumber daya, perputaran uang di situ sangat besar, problembya adalah sebagai aparat uang yang diperebutan itu adalah uang ilegal, jadi kalau saya masuk, menertibkan perjudian itu sama saja dengan melegalkan. Jadi tidak ada kata lain saya harus menghantam, "mematikan" supaya tidak ada yang diperebutkan lagi. GimanaΒ caranya, ada strateginya 1-2-3-4 yang saya lakukan, bukan hanya strategis, bukan hanya konsep, tapi siasat bagaimana caranya saya redam.
Kalau dalam kondisi normal, aparat tidak bisa masuk, enggak bisa terlalu resisten. Terlalu banyak ini. Ini blackholenya terlalu besar, penyuapannya di mana-mana. Kalau saya masuk, bukan hanya berhadapan dengan mereka, tapi berhadapan dengan orang yang mendapatkan keuntungan dari permasalahan itu. Tapi saya membuat saya bisa masuk. Kayak bisul kalau lu gak pencet, gak keluar-keluar, jadi saya buat jadi bisul dulu saya pecahin dulu. Itu yang saya lakukan dan berhasil karena saya tahu sistematika permasalahnnya tadi, ini Kalijodo.
Intinya saat saya jadi Kapolsek, bagaimana supaya keributan tidak terjadi lagi. Bahwa kemudian masih ada penyakit masyarakat seperti itu, kita tidak bisa dalam tubuhmu itu seratus persen itu sehat.
Waktu jadi Kapolsek di situ, keributan kan sering terjadi. Waktu itu belum tahu ada perputaran uang perjudian?
Saya kan waktu ditunjuk jadi Kapolsek saya tidak tahu Kalijodo itu seperti apa. Saya dikasih tahu Kapolres nanti kalijodo ini tiap malam ada keributan, kita biarkan saja mereka bunuh-bunuhan, mati, kita selesaikan, bakar bakaran, baru kita ambil mayatnya. Saya berpikir kok kayak begini, ini kan masalah nyawa gak bisa sesederhana itu, oke saya iyain. Ternyata begitu seminggu saya menjabat di situ terjadi keributan. Itu Minggu pagi saya ingat. kita masuk perang. Anggota saya bisa mati di dalam. Dar der dor di sana tapi anggota ada yang matanya kena panah, woh bahaya ini. Kalau begini terus, ini mencerminkan Jakarta yang tidak aman, tidak boleh.
Saya test case ini membuat agar daerah ini menjadi daerah yang aman. Dan setelah saya kakukan itu rekayasa sosial, lebih bahaya Teluk Gong Jembatan Dua dan Jembata Tiga. Di situ gak ada perampokan dan itu aman sampai sekarang.
Judinya dihantam ya itu tadi yang diperebutkan. Buka-bukaan, diketahui aparat dan dibiarkan dan bertahun-tahun seperti itu. Diketahui.
Ada beking?
Bukan beking dia membuat dirinya terbekingi. Bekingnya itu uang itu dia bagi-bagi. Ada besar kok nawarin ke saya. Kalau saya bisa dibeking saya tidak bisa tegas. Rahasianya kan kita jadi polisi jangan mau dibeli. Saat itu ditawarkan Rp 3 juta per hari. Itu besar sekali saat itu, tahun 2002 itu. Supaya mereka bisa itu. Kelompok itu.
Sehingga saya bicara sama Pak Kapolda (Makbul Padmanegara), ini sudah tidak bisa ditolerir lagi. Hari Minggu pagi saya masih ingat, ada 8 kompi. Izin Pak Kapusdalops saya yang mengendalikan, kapolsek yang mengendalikan. Dulu saya Kompol. Waktu kejadian pertama saya AKP. Itu saya 3,5 tahun. Saya tahu petanya disitu. Penjaringan itu paling unik.
Kalau kamu mau usaha, kamu mau kerja, itu jadi duit di Penjaringan itu. Karena dia di pinggir laut, itu cepat perputaran uangnya. Jadi kalau mau jadi bisnis paling enak itu pintu-pintu, dia punya dia pelabuhan, itu perputarannya ratusan juta miliaran. Ojek sepeda itu 100 ribu sehari. Nah karena banyak uang, Kalijodo tumbuh subur karena tempat gitu, tempat entertain kelas bawah.
Jadi bahwa kemudian kafenya hidup, digusur pun mereka akan hidup di tempat lain. Sekarang kalau mau dimasalahkan, ditertibkan itu ilegal. Oh saya mau gusur. Oh saya mau legalkan, ya itu terserah Pemda. Tapi dipikirkan ribuan orang, bertahun-tahun memang dia ngapling-ngapling, bangunan permanen, pasti terjadi perlawanan dan harus dipikirkan.
Kami hantam premannya (waktu itu-red) Kemudian bantaran sungainya direlokasi itu mau dibikin banjir kanal.
Di Gang Kambing itu tanah negara itu bangunan permanen. Nah itu tidak ada suratnya semua. Tapi negara mau diapain dengan itu? Emang daerah lain enggak ada? Ada. Tidak bisa Jakarta tidak punya slump area. Β
Kalijodo yang ada perlawanan,Β saya dekati mereka. Maka kapolsek itu tidak boleh cepat berganti sebenarnya di mana-mana. Enam bulan butuh orientasi dengan warganya. Karena saya 3,5 tahun satu Penjaringan kenal dengan saya semuanya. Begini nurut. Bahkan di Muarabaru lebih parah lagi, kopral.
Rata Kalijodo 3,5 tahun saya di sana, kami meratakan Kalijodo bersama Gubernur Sutiyoso, preman habis 2.000 orang habis. Perjudian habis. Bahwa kemudian masih ada sisa-sisa permukiman di sana harus dipedomani ada permukiman penduduk di atas tanah negara, ada dibangun bangunan kafe-kafe yang ilegal, di sana ada muncikari mungkin, ada orang yang datang minum-minum kelas bawah dan kemudian menimbulkan implikasi indikasi sosial yang menimbulkan seperti yang kemarin kecelakaan, maka Pemda saya dengar memutuskan untuk mengambil sesuatu. Pak Kapolda juga sudah mendukung. Nah, nanti kami memberi masukan internal seperti apa. Intinya Kalijodo nggak masalah, itu dihantam nggak masalah, nggak ada premannya lagi,Β kecil itu.
Saran buat Ahok apa?
Semua itu harus dipertimbangkan ada implikasi apa, ada manusia yang tinggal di atas tanah itu, ada manusia yang tinggal sementara karena mencari pekerjaan, ada yang tinggal menahun, nah itu implikasi sosial itu yang kemudian harus dipertimbangkan kalau yang gusurnya mah nggak ada masalah. Implikasi sosialnya bagaimana nanti tentunya Pak Gubernur sudah mempertimbangkan.
Halaman 2 dari 4
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini