Komnas Perempuan Pantau Janji KPU Revisi PKPU 10/2023 soal Caleg Perempuan

Brigitta Belia Permata Sari - detikNews
Jumat, 12 Mei 2023 12:57 WIB
Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy. (Brigitta/detikcom)
Jakarta -

Komnas Perempuan menyoroti PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Komnas Perempuan memantau KPU yang berjanji akan merevisi PKPU 10/2023 pada poin keterwakilan perempuan.

"PKPU No. 10 Tahun 2023 akan mempersempit ruang politik perempuan yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan DPRD, di mana penghitungan 30% jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan kurang dari 50, maka dilakukan pembulatan ke bawah," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy di kantor Komnas Perempuan, Jakarta pusat, Jumat (12/5/2023).

Menurutnya peraturan tersebut dapat mereduksi kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan dan tidak mendorong tata kelola pemerintahan dan kelembagaan yang bebas dari kekerasan seksual.

"Peraturan ini merugikan caleg perempuan, sehingga kuota 30% semakin sulit dipenuhi. Padahal, keterwakilan perempuan dalam demokrasi adalah strategi untuk mempercepat terpenuhinya kesetaraan gender," ujarnya.

"Kebijakan afirmasi ini adalah pendekatan substantif dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan sebagai suatu koreksi, asistensi dan kompensasi terhadap perlakuan diskriminatif yang dialami perempuan selama berabad-abad. Sehingga tindakan afirmasi ini bukan diskriminasi," sambungnya.

Olivia menjelaskan pihaknya akan memantau janji KPU untuk merevisi peraturan tersebut. Pihaknya juga merekomendasikan agar KPU dan Bawaslu dapat mengawasi sepenuhnya soal peraturan bagi perempuan yang akan bergabung sebagai anggota pemilu.

"Kami akan memantau janji KPU untuk merevisi PKPU No. 10 ini dan merekomendasikan agar KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu tidak mereduksi jaminan untuk perlakuan khusus yang telah dijamin dalam konstitusi, juga Bawaslu harus benar-benar mengawasi bagaimana peraturan KPU berdampak terhadap perempuan," imbuhnya.

Olivia menilai revisi PKPU ini untuk jangka panjang. Sehingga menurutnya KPU harus segera melakukan revisi, sekaligus menjadi perhatian DPR.

"Tenggat waktunya memang 14 Mei, tapi kalau kita melihat kepentingan yang lebih besar dan jangka panjang. KPU semestinya segera merevisi dan menjadi perhatian DPR maupun pemerintah. Dalam hal ini komisi 2 yang langsung berkaitan dengan pemilu," katanya.

"Menurut kami, ketentuan ini tidak boleh terjadi. Karena pemilu 2024 itu spesifik ya, ada Pilpresnya, Pileg, Pilkada. Sekali kita mengeluarkan peraturan yang mereduksi hak politik dan dibiarkan, dia akan fatal ke depan," ujarnya.

Olivia menyebut PKPU tidak bisa melangkahi Undang-Undang yang berlaku. Dia mengatakan dalam UUD 1945 pasal 46, keterwakilan perempuan dalam Pemilu wajib 30 persen.

"Tidak bisa dibiarkan dan harus direvisi, ini ketegasan! Tidak bisa PKPU melangkahi UU yang lebih tinggi. Dia melanggar UU Konstitusi pasal 28 ayat 2 di mana afirmasi 30 persen ini basenya ke situ. Belum lagi UU hak asasi manusia pasal 46 yang memang jelas-jelas keterwakilan 30 persen perempuan itu wajib," tegasnya.

"Minimal 30 persen. PKPU ini melanggar ketentuan, bukan saja peraturan PerUU tapi juga konstitusi. Langsung UU 45. Jadi tidak bisa dibiarkan begini saja. Kami meminta DPR harus tegas dengan hal ini. Karena KPU akan meminta juga berdasarkan aturan ini kan KPU harus melihat juga ke komisi 2," lanjut dia.

Olivia menyampaikan kepentingan politik perempuan merupakan suatu hal yang butuhkan jangka panjang. Dia mengatakan jika hal tersebut tidak terakomodir, maka negara bisa dikatakan gagal dalam menegakan konstitusi.

"Menurut kami, tenggat waktu itu sesuatu hal yang bisa diatur. Tapi kepentingan politik perempuan, keberpihakan kepada perempuan itu sesuatu hal yang kita butuhkan jangka panjang, butuh kepastian. Dan kalau waktunya harus diundur ya silahkan diundur lagi, sehingga semua kepentingan perempuan bisa terakomodir. Kalau ini tidak terakomodir, negara gagal dalam hal ini dan membiarkan aturan kita dilangkahi," ucapnya

KPU sebelumnya bersama Bawaslu dan DKPP menggelar forum tripartit. Hasil dari forum tersebut, KPU akan merubah Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

"KPU akan melakukan perubahan Pasal 8 Ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023," ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/5).

Hasyim mengatakan pihaknya telah sepakat akan mengubah penghitungan 30 persen keterwakilan perempuan di setiap dapil, menghasilkan angka pecahan akan dibulatkan ke atas. Berikut Pasal 8 Ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 sebelum diubah:

Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:

(a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau

(b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas

Diubah menjadi:

Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas.




(rfs/rfs)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork