Miftah Maulana Habiburrahman atau dikenal Gus Miftah turut hadir di acara silaturahmi PAN yang dihadiri Presiden Joko Widodo beserta para ketum partai politik koalisi pemerintahan. Dalam sambutannya, Gus Miftah sempat berkelakar soal polemik 'amplop kiai' di PPP.
Gus Miftah awalnya menyapa para ketum parpol yang hadir. Ia bercerita saat Ketum Golkar Airlangga Hartato meminta saran ke dirinya dalam meraup suara.
"Ketum yang hadir hari ini Bapak Airlangga. Setahun yang lalu Bapak Presiden, beliau (Airlangga) satu mobil dengan saya. Beliau minta saran, 'Gus, saya harus bagaimana'. Waktu itu saya bilang, 'Pak Airlangga, tolong penampilan medsosnya agak gaul sedikit', saya bilang," kata Gus Miftah di awal penyampaiannya dalam acara itu di Kantor DPP PAN, Warung Buncit, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023).
Gus Miftah menyebut usulannya itu dilakukan dengan baik oleh Airlangga. Saat menyapa Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Gus Miftah pun bercerita dirinya delapan tahun silam sempat bertemu dengan Menhan ini.
"Bapak Prabowo Subianto, Ketum Gerindra, kalau masih ingat 8 tahun lalu di Keraton Jogja, Bapak ngerangkul saya dan waktu itu jenderal janji, 'Gus saya akan datang ke pondoknya Gus Miftah'," kata Gus Miftah.
"Alhamdulilllah sampai hari ini belum terlaksana (janji Prabowo). Ketum PKB senior saya santri, saya kenal beliau dari Cak Imin, kemudian Gus Amin sampai jadi Gus Muhaimin, panglima santri nasional," lanjut Gus Miftah menyapa Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Usai itu dia menyapa Plt Ketum PPP Mardiono. Saat itulah Gus Miftah berkelakar soal 'amplop kiai' PPP yang menjadi polemik Suharso Manoarfa.
"Bapak Mardiono, saya mohon maaf, Pak. Salah satu yang respons soal PPP, amplop ke kiai itu, saya, Pak. Mungkin karena respons saya itulah yang mengantarkan Bapak Mardiono jadi ketum, Pak," kata dia.
Untuk diketahui, polemik 'Amplop Kiai' pernah mencuat usai disampaikan eks Ketum PPP Suharso Monoarfa. Suharso menceritakan pengalaman 'amplop' ini bermula ketika dia menjabat Plt Ketum PPP.
"Saya akan mulai dari satu cerita. Ketika saya kemudian menjadi plt ketua umum, saya mesti bertandang pada beberapa kiai besar, pada pondok pesantren besar. Ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi. Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan lalu saya pergi begitu saja," kata Suharso mengawali ceritanya saat pidato dalam 'Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas (PCB) untuk PPP' di Gedung ACLC KPK, Jakarta, 15 Agustus 2022 lalu.
Suharso kemudian menanyakan balik maksud 'ninggali' usai bertemu kiai. Dia menduga ada barangnya yang tertinggal di lokasi tersebut. Orang dalam cerita Suharso disebut merespons dengan mengatakan 'Oh nanti aja, Pak'.
"Maka sampailah dalam, setelah keliling itu ketemu, lalu dibilang pada saya, 'Gini Pak Plt, kalau datang ke beliau-beliau itu, mesti ada tanda mata yang ditinggalkan'. Wah saya nggak bawa. Tanda matanya apa? Sarung, peci, Qur'an atau apa? 'Kayak nggak ngerti aja Pak Harso ini'. Gitu. Then I have to provide that one. Everywhere," kata Suharso.
Suharso menyebut fenomena ini masih terjadi. Menurutnya, jika sehabis pertemuan tidak ada amplop, itu terasa hambar. Suharso mengaku tengah membenahi hal ini.
"Dan setiap ketemu, Pak, ndak bisa, Pak, bahkan sampai hari ini. Kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya itu nggak ada amplopnya, Pak, itu pulangnya itu sesuatu yang hambar. This is the real problem that we are fixing today," ujar dia.
Simak Video 'Behind The Scene Suksesi Ketua Umum PPP':
(dwr/fca)