Dasco Yakin Kerja Menteri Nyapres Tak Terganggu Meski Tak Wajib Mundur

Eva Safitri - detikNews
Selasa, 01 Nov 2022 13:13 WIB
Foto: Sufmi Dasco Ahmad (dok. Istimewa).
Jakarta -

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad merespons keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak mewajibkan menteri mundur jika ingin maju capres. Dasco mengatakan yang terpenting menteri yang maju capres harus izin presiden.

"Yang pertama menteri itu memang adalah pembantu presiden sehingga apabila kemudian mau nyapres, mau cuti memang selayaknya minta izin kepada presiden," kata Dasco kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/11/2022).

"Ya itu adalah kewenangan presiden dan kami sambut baik putusan MK di mana menteri-menteri yang akan maju sebagai calon presiden bisa leluasa bertarung di kancah pemilu tentunya dengan seizin presiden," lanjut Dasco.

Dasco menyebut masa kampanye pendek dan tidak tiap hari melakukan kampanye ke lapangan. Dasco yakin kerja menteri yang akan nyapres tidak akan terganggu.

"Menurut kami tidak akan terlalu terganggu ya, proses-proses perjalanan menteri dan juga dalam menjalani tahapan pemilu," ucapnya.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mewajibkan menteri mundur bila mencalonkan diri menjadi presiden (capres). MK beralasan nyapres adalah hak konstitusional setiap warga negara.

"Dalam perspektif seseorang warga negara yang mengemban jabatan tertentu sejatinya pada diri yang bersangkutan melekat hak konstitusional sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih sepanjang hak tersebut tidak dicabut oleh undang-undang atau putusan pengadilan," demikian pertimbangan MK yang dikutip detikcom, Selasa (1/11/2022).

"Oleh karena itu, terlepas pejabat negara menduduki jabatan dikarenakan sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusionalnya dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih maupun memilih tidak boleh dikurangi," sambungnya.

Menurut MK, membedakan syarat pengunduran diri pejabat publik/pejabat negara, baik yang diangkat maupun dipilih, adalah tidak relevan lagi untuk diberlakukan pada konteks saat ini,.

"Karena untuk mengisi jabatan-jabatan politik dimaksud memerlukan calon-calon yang berkualitas dari berbagai unsur dan potensi sumber daya manusia Indonesia," urainya.




(eva/gbr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork