βICR ini belum proven. Pernah digunakan oleh Depdiknas untuk pendataan pada 2007-2008, tapi gagal. Padahal anggarannya puluhan miliar. Akhirnya tetap pakai manual,β ujar praktisi TI dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ir Dedy Syafwan MT di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (6/4/2009).
Seperti diketahui, tabulasi elektronik Pemilu 2009 menggunakan sistem ICR. Dengan sistem ini, formulir C1 IT, yakni hasil rekap perolehan suara di TPS yang dibuat khusus dan ditulis tangan, akan dikirim ke kelurahan dan diteruskan ke KPUD Kabupaten/Kota untuk discan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, menurut Dedy, kerawanan sistem ini terletak pada ICR itu sendiri. Akurasi pemindahan dari gambar ke angka dan huruf belum teruji. Angka 7 di gambar bisa
teridentifikasi sebagai angka 1, angka 6 bisa jadi 0, dan sebagainya.
Demikian juga huruf dari a hingga z, bisa berubah dari aslinya karena form C1 TI ditulis tangan.
βIni masalah tulisan tangan dari petugas di KPUD kabupaten/kota yang beragam,β ucap Dedy.
Mengingat adanya potensi kesalahan ini, kata Dedy, perlu proses validasi dan verifikasi atas hasil ICR untuk memastikan kebenaran datanya. Jika tidak, sangat mungkin hasil ICR berbeda dengan data yang tertulis di formulirnya.
Apalagi jumlah formulirnya mencapai ribuan mengingat jumlah TPS per kabupaten/kota bisa lebih dari 1.000, dan tiap TPS menyetor 8 lembar formulir.
(sho/yid)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini