Guru Besar Filsafat Sosial UNJ, Prof Robertus Robet, menyampaikan pandangan mengenai peran masyarakat adat di forum Green Leadership Academy. Menurutnya, mereka adalah translator alam atau penerjemah alam, yang memiliki pemahaman unik dan mendalam tentang bagaimana alam bekerja.
"Di dalam demokrasi multispesies, suku-suku seperti ini sangat penting peranannya, karena dia bertindak sebagai representasi translator dari alam, dari hutan," kata Prof Robet, di Pekanbaru, Riau, Jumat (19/9/2025).
Prof Robet yang juga aktivis HAM-demokrasi ini menyampaikan, masyarakat adat seperti Suku Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan atau Suku Baduy Dalam di Provinsi Banten memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana alam bekerja karena mereka hidup dengan alam.
"Orang Kajang, Baduy dia punya kemampuan berdialog dengan alam. Itulah pentingnya representasi politik demokrasi yang multispesies itu, sistem politik demokrasi kita jangan cuma mendengar petani, mahasiswa, tapi juga mendengar aktor-aktor multispesies," jelasnya.
Begitu juga dengan gerakan mahasiswa, diharapkan mengartikulasikan tuntutan-tuntutan politik dengan mengedepankan keadilan ekologis. Prof Robet mendorong mahasiswa berpartisipasi sebagai penjaga kehidupan, karena politik dalam ekosipasi bukan sekadar politik elektoral tetapi teritorial yang menyangkut multispesies.
"Nah ini kalau di Riau ada Partai Hijau Riau (PHR), bukanlah partai elektoral, karena pasti kalah, tetapi jadi partai isu yang tujuannya mendorong gerakan sosial, bukan partai yang mengejar partai kursi elektoral menuju ekosipasi," jelasnya.
Mahasiswa Pemimpin Ekologi
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan yang turut hadir dalam seminar ini mendukung terselenggaranya acara untuk mendorong para mahasiswa agar menjadi pemimpin yang berkeadilan ekologis. Green Leadership Academy juga sejalan dengan program-program Polda Riau, salah satunya Green Policing.
"Polda Riau berkomitmen penuh mendukung kebijakan pro-lingkungan melalui pendekatan green policing. Kehadiran mahasiswa dari berbagai daerah adalah energi baru bagi kami, sebab kalianlah generasi penerus yang akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan," ujar Irjen Herry Heryawan, Jumat (19/9).
Menurutnya, Green Leadership Academy bukan sekadar forum diskusi, tetapi sebuah kanal konstruktif untuk menyalurkan energi kritis mahasiswa ke jalur produktif, beradab, dan berbasis bukti. Mahasiswa dibekali keterampilan kepemimpinan, advokasi, komunikasi publik, hingga strategi membangun gerakan sosial yang solutif.
"Kami ingin energi kritis mahasiswa tidak lagi dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai aset yang bisa memperkaya demokrasi," imbuh Herry Heryawan.
Selain Kapolda Riau dan Founder Tumbuh Institute Rocky Gerung, kegiatan ini juga menghadirkan narasumber lintas disiplin yakni, Pendiri Lokataru yang dikenal dalam advokasi keadilan Haris Azhar, akademisi hukum tata negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti, serta Head of Knowledge Tumbuh Institute Muhammad Luthfi.
Kegiatan ini diikuti oleh puluhan mahasiswa dari 50 kampus ternama, di antaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Airlangga, Universitas Syiah Kuala (USK), Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Negeri Padang, Universitas Sumatra Utara, Universitas Islam Riau, Universitas Riau, hingga UIN Suska Riau. Mereka adalah ketua BEM, wakil presiden mahasiswa, ketua DPM, hingga koordinator isu nasional, yang sehari-hari menjadi corong aspirasi mahasiswa di kampus masing-masing.
Lihat juga Video: Perhutanan Sosial dan Green Leadership
(mea/imk)