Praktik pengoplosan beras yang dilakukan distributor di Kota Pekanbaru, Riau, terbongkar. Distributor tersebut diketahui sudah dua tahun ini menjalankan praktik kecurangannya mengoplos beras reject dengan yang berkualitas rendah.
Direktorat Reskrimsus Polda Riau awalnya menyelidiki salah satu distributor beras yang berada di Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, pada Kamis (24/7). Di lokasi, polisi menemukan sejumlah beras oplosan yang dikemas dengan karung SPHP Bulog, serta kemasan beras premium.
Dari situ, polisi mendapatkan informasi bahwa agen beras tersebut, R (34), menitipkan beras-beras oplosan tersebut ke lima toko beras dan juga sejumlah ritel yang ada di kawasan Kota Pekanbaru. Dari pengungkapan kasus ini total barang bukti 9,75 ton beras disita polisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menyampaikan pengungkapan ini merupakan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindaklanjuti kejahatan yang merugikan konsumen. Pengungkapan ini juga menjadi bukti komitmen Polda Riau dalam menindak pelaku tindak pidana kejahatan pangan.
"Tentu saja arahan Bapak Kapolri ini adalah bagaimana kita bisa hadir di tengah-tengah masyarakat dan memberikan rasa aman di tengah tengah masyarakat lewat upaya-upaya yang nantinya situasi kamtibmas tercapai dengan baik," kata Irjen Herry Heryawan di lokasi, Sabtu (26/7).
Menurutnya, tindakan ini mencederai niat baik pemerintah dalam program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, yang bertujuan untuk memastikan masyarakat mendapat akses terhadap beras berkualitas dengan harga terjangkau.
![]() |
"Presiden sendiri sudah menegaskan pentingnya menjaga ketahanan pangan nasional karena seluruh ekosistem produksinya didukung oleh uang rakyat, mulai dari pupuk, BBM, irigasi, hingga subsidi. Ketika pelaku serakah justru merusaknya untuk keuntungan pribadi, itulah yang disebut Presiden sebagai 'serakahnomics'," tegas Kapolda.
Herry Heryawan menambahkan tindakan yang dilakukan distributor beras ini juga telah merugikan konsumen.
"Tentu ini sangat merugikan masyarakat, anak-anak kita yang sangat membutuhkan gizi yang berkualitas," katanya.
Keuntungan Miliaran
Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro menyampaikan distributor tersebut sudah beroperasi sejak 2024-2025. Keuntungan yang diperoleh tersangka dari praktik curang ini mencapai miliaran rupiah.
"Keuntungan selama 2024-2025 kurang lebih Rp 1 miliar," ujar Kombes Ade Kuncoro.
Sementara selama Januari-Juli 2025 ini, keuntungan yang diperoleh tersangka R dari menjual beras oplosan ini mencapai Rp 500 juta. Diketahui, tersangka menjual beras oplosan tersebut seharga Rp 19 ribu per kilogram atau seharga beras premium.
"Sementara modal yang dia keluarkan sekitar Rp 14.000 sampai Rp 15.000," ucapnya.
|
Modus Operandi
Kombes Ade Kuncoro mengatakan ada dua modus operandi yang dilakukan oleh tersangka R dalam mengelabui konsumennya. Modus yang pertama. tersangka membeli beras medium yang dioplos dengan beras reject.
"Kemudian beras tersebut dikemas dalam karung beras SPHP Bulog ukuran 5 kh yang dijual dengan harga Rp 13.000/kg, padahal modal yang dikeluarkan oleh pelaku adalah Rp 6.000-8.000," jelasnya.
Modus yang kedua, tersangka mengemas ulang beras kualitas rendah yang diperoleh dari Kabupaten Pelalawan dengan kemasan beras premium, seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik. Pada praktiknya, tersangka juga mencantumkan label seolah-olah beras tersebut berasal dari Bukittinggi, Sumatera Barat, padahal bukan.
"Tersangka kemudian menjualnya kembali dengan harga beras premium Rp 19.000," ucapnya.
Hasil pemeriksaan terungkap bahwa tersangka sebelumnya pernah menjadi mitra Bulog, namun telah diputus kemitraannya karena menjual beras SPHP dengan harga di atas HET. Dia menggunakan karung-karung SPHP sisa untuk mengemas ulang beras oplosan.
Dalam kasus ini, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Simak juga Video: Mentan Sebut 16 Perusahaan Sudah Diperiksa Terkait Beras Oplosan