Komunikasi pemerintah kepada rakyatnya harus lancar, supaya program dan kebijakan pemerintah dapat dipahami, didukung serta dijalankan oleh publik. Menurut Erliana Hasan (2005), tujuan komunikasi pemerintahan adalah untuk penyampaian ide, program, dan gagasan pemerintah kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan negara.
Komunikasi pemerintahan memiliki prinsip seperti keterbukaan, komunikasi langsung dengan publik, keterlibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan, dan presentasi positif dari kebijakan pemerintah. Dalam komunikasi publik, beberapa teori seperti Social Marketing, Communication Persuasion Matrix, Agenda Setting Theory dan Diffusion on Innovations Theory dapat diterapkan untuk memahami dan menongkatkan efektivitas komunikasi pemerintahan. Di samping itu komunikasi pemerintahan juga memiliki hambatan, seperti hambatan bahasa, kerangka referensi, jarak status, jarak geografis dan tekanan pekerjaan lainnya.
Untuk itu Kepala Pemerintahan/Negara harus menunjuk seorang atau sekelompok orang untuk dapat membantunya menjadi juru bicara. Republik Indonesia mempunyai juru bicara yang bernama President Communication Office (PCO) dan/atau ada Kementerian Sekretariat Negara. Sayangnya kedua institusi ini sudah hampir satu tahun beroperasi, namun kurang optimal berfungsi, sehingga muncul banyak kesesatan informasi terkait dengan kebijakan pemerintah. Dampaknya menjadi sangat tidak produktif karena publik menelan berbagi informasi bukan dari sumber resmi pemerintah (PCO atau Kemensekneg) tetapi dari media sosial, seperti Tik Tok, Instagram dan YouTube.
Kalau kondisi ini didiamkan, saya khawatir ada disintegrasi di masyarakat karena ketidakjelasan informasi yang mereka terima bukan penjelasan resmi dari pemerintah.
Kasus Kemacetan Komunikasi Pemerintah
Hiruk pikuk masalah ancaman PPATK yang mengancam pembekuan akun yang selama tiga (3) bulan tidak aktif, Menteri ATR/BPN mengancam kalau pemilik tanah menelantarkan tanahnya selama dua tahun, maka negara akan menyitanya. Pengenaan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) karena MBDK penyebab diabetes dan obesitas, lalu ada kebijakan kenaikan PPn 12%, banyaknya persoalan distribusi dan keselamatan pangan di MBG sebagainya merupakan contoh buruknya komunikasi pemerintah pada publik. Belum lagi masalah Koperasi Mrah Putih dan sebagainya.
Dasar hukum PPATK melakukan pembekuan rekening nasabah yang tidak aktif (dormant) adalah UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Langkah PPATK tidak salah, hanya dilakukan tanpa komunikasi publik yang baik sehingga menimbulkan keresahan publik. Publik khawatir uangnya hilang di bank. Jadi dalam melaksanakan kebijakan itu, PPATK seharusnya mengkomunikasikan secara baik dan jelas ke publik. Untung saja tidak terjadi rush besar besaran yang membahayakan likuiditas perbankan yang dapat menghancurkan sektor keuangan di Indonesia.
Pengenaan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang dipaksakan tanpa ada underlying study yang menunjukkan bahwa MBDK menjadi penyebab diabetes dan obesitas anak anak karena banyak mengkonsumsi MBDK, seperti teh botol, minuman bersoda dan lain-lain. Padahal total konsumsi minuman/makanan MBDK hanya 30% dari total konsumsi minuman berpemanis yang beredar dan dikonsumsi publik. Sisanya seperti es cendol, es campur, es doger, ice cream dan berbagai makanan/minuman manis yang diproduksi rumahan.
Selain itu belum ada hasil penelitian dari Kementerian Kesehatan maupun BRIN atau Lembaga riset lain yang mengeluarkan bukti bahwa MBDK penyebab diabetes dan obesitas, khususnya anak-anak. Jika kebijakan ini dijalankan, maka harga MBDK akan naik dan mengurangi konsumsi yang pada akhirnya penerimaan pajak akan turun (LPEM UI 2023) dan PHK akan semakin merajalela. Jadi pengenaan cukai pada MBDK belum tentu akan menambah penerimaan APBN.
Kebijakan penyitaan lahan jika tidak di terlantarkan selama 2 tahun atau tidak bayar pajak, juga merupakan kebijakan yang tidak mempunyai underlying peraturan yang spesifik dan jelas sehingga masalah ini juga mencederai komunikasi pemerintah ke publik. Kecuali jika tanah itu diminta negara untuk kepentingan umum diatur oleh UU No. 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2021 dan perubahannya PP No. 39 Tahun 2022. Untuk itu pemerintah harus memberikan ganti rugi yang layak dan adil pada pemilik lahan.
Persoalan berikutnya, terhitung tanggal 17 Agustus 2025 semua transaksi keuangan terkoneksi dengan NIK di e-KTP. Ini kebijakan bagus, hanya saja komunikasinya minim dan tidak jelas. Niatnya baik Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong penggunaan NIK sebagai identitas tunggal dalam transaksi keuangan untuk meningkatkan keamanan dan mencegah tindak pidana keuangan.Hanya saja belum dijelaskan dengan baik berikut tabel dan diagram yang mudah dimengerti oleh publik dengan menyampaikan landasan hukum atau peraturannya. Akibatnya banyak muncul penjelasan di Tik Tok, Instagram dan You Tube yang kurang pas dan membuat keresahan publik.
Persoalan Makan Bergisi Gratis (MBG) dengan segala ketidakjelasannya tujuannya (untuk anak kurang gizi atau untuk anak sakit gizi yang disebut stunting). Proses pengadaannya, standar pangan, pengawasan kesehatan dan keselamatan pangan serta dukungan finansial yang stabil untuk penyelenggara atau dapur. Dalam kebijakan MBG, BPOM sebagai pemberi izin dan pengawas produk pangan tidak disertakan secara tata kelola. Selain itu sampai hari ini ketersediaanya dana masih membingungkan banyak pihak. Pakai APBN atau Kerjasama dengan daerah atau Kerjasama dengan swasta. Soal Kerjasama ini underlying peraturannya belum ada. Sehingga penyelenggara MBG melakukan improvisasi masing masing, dan tidak standar.
Yang terlihat sampai hari ini, MBG adalah pengadaan makan bergizi untuk anak kurang gizi saja, belum untuk stunting yang targetnya bayi usia di bawah 1.000 hari dan ibu hamil. Sejak 2024 target angka pemberantasan stunting belum tercapai. Penanganan stunting di Kementerian Kesehatan pun kurang serius dan anggaran untuk penanganan stunting masih gelap, via APBN atau Jaminan Kesehatan Nasional atau BPJS Kesehatan melalui Fornas. Sampai hari ini belum ada keputusan dan angka stunting terus naik.
Masih banyak kebijakan publik yang belum atau tidak berjalan dengan baik, bisa karena dasar hukumnya tidak lengkap, tata kelolanya tidak jelas bagaimana dan siapa yang bertanggungjawab serta yang terpenting komunikasi pemerintah ke publik soal berbagai kebijakan buruk.
Ada menteri yang tidak punya semangat berkomunikasi dengan publik, banyak Menteri yang kurang paham tentang tugasnya, bayak Menteri yang kurang berinovasi dan sebagainya. Untuk mengimbangi kelemahan itu, Presiden harus mengoptimalkan PCO dan Kemensetneg dan Komdigi. Terkesan di mata saya bahwa komunikasi pemerintah ini satu arah, hanya berdasarkan perintah Presiden saja, bukan atas dasar pembahasan di Rapat Kabinet dan Rapat Terbatas. Kalau ini yang terus terjadi, publik akan terus bingung tanpa arah.
Agus Pambagio
Pemerhati dan Praktisi Kebijakan Publik
Tonton juga video "POV Terjebak Kemacetan Parah Imbas Kebakaran Taman Puring" di sini:
(knv/knv)