Penyanyi Endah Laras menggelar pementasan yang layak mendapat apresiasi khusus. Bersama sejumlah penyanyi genre campursari lainnya, dia manggung selama lebih dari dua jam non-setop, untuk membangkitkan dan menyegarkan lagi seni klangenan yang telah mempersatukan hampir seluruh lapisan rakyat negeri ini; campursari.
Bertempat di Pendopo Taman Budaya Jawa Tengah di Solo, 27 Juni 2023, Endah Laras dan kawan-kawan memikat seluruh hadirin yang hadir. Ikut tampil di antaranya para legenda campursari dari berbagai generasi: Anik Sunyahni, Nurhana, Cak Diqin, Yan Vellia, hingga Woro Mustiko. Pementasan itu bertajuk Endahing Budaya, Larasing Campursari.
Tak cuma mereka, perhelatan tersebut juga didukung tak kurang dari 80 pekerja seni berbagai keahlian yang mengurusi seluruh pendukung pementasan; musik pengiring, skenografi, tata panggung, tata lampu, tata suara, dan sebagainya.
Kolaborasi mereka layak diacungi jempol. Sepanjang acara tampilan mereka prima. Mereka adalah penyanyi-penyanyi yang lahir dari panggung, sejak kecil dibesarkan dari panggung ke panggung yang mengasah dan membentuk mereka menjadi benar-benar seniman matang sehingga bisa tampil prima sepanjang masa.
Apresiasi berikutnya untuk mereka adalah tujuan utama dari pementasan bersama tersebut. Endah Laras sebagai inisiator acara menyebut campursari adalah seni klangenan yang diterima dan telah berhasil merekatkan hampir seluruh lapisan rakyat.
"Saya dibesarkan dari dunia campursari. Saya merasa punya kewajiban untuk menggairahkan lagi campursari setelah lama mati suri. Pandemi memperparah kondisi sehingga kami kini merasa wajib menghidupkan semangat, menyatukan tekad untuk menghidupkan lagi campursari. Saya yakin, usaha tak akan mengkhianati hasil," demikian niatan yang diungkap Endah Laras terkait pergelaran tersebut.
Endah Laras memang tak berlebihan. Genre musik campursari memang telah mengalami pengujian yang membuatnya bisa diterima sebagai kanal klangenan bersama seluruh segmen masyarakat.
Dikreasi sejak dekade 1950-an dengan mulai membuat iringan kolaboratif lagu-lagu langgam Jawa yang diiringi dengan alat-alat musik keroncong. Sejarah awal campursari saat itu memang lebih didominasi gaya langgam yang melantun. Kehadirannya disambut baik oleh masyarakat.
Warna lain campursari yang rancak mulai diperkenalkan pada dekade 1980-an yang dipelopori musisi Manthous dan kawan-kawan. Kreasi ini pun mendapat sambutan luas dari masyarakat saat itu.
Hingga akhirnya campursari semakin mendapat tempat terhormat bisa me-ngambyar-kan Indonesia ketika Didi Kempot mampu membongkar sekat hampir seluruh kalangan. Mereka menanggalkan seluruh ego dan gengsi untuk ambyar bersama; melantai dengan joget campursari.
Pada masa-masa akhir memang campursari telah menjadi klangenan rakyat. Hadir di tempat kumpul remang-remang yang seronok, hajatan kampung, tempat-tempat hiburan di live musik hotel berkelas, acara-acara kalangan menengah atas, bahkan hingga perhelatan resmi kenegaraan.
Berangkat dari kondisi objektif inilah, keinginan besar Endah Laras untuk terus menghidupkan campursari harus dipandang sebagai sebuah kehendak subjektif para seniman pelakunya yang harus diapresiasi dan didukung bersama.
Endah Laras merasa berkewajiban 'menghidupkan kembali' campursari yang dinilainya telah mati suri. Atau setidaknya tak cukup menghidupkan kembali, namun mampu melahirkan lagi kreasi-kreasi baru campursari agar tak kehilangan daya pikat, seperti yang memang telah terbukti berhasil dilakukan sejak awal kemunculan hingga kini.
Semoga tak cuma sekali kolaborasi apik tersebut digelar. Bisa dihelat di berbagai tempat dan bukan di panggung 'steril' di taman budaya, karena campursari telah menjadi seni kanal klangenan hampir seluruh rahayat negeri ini, bahkan telah merambah ke negeri-negeri tetangga.
Muchus Budi R seorang petani, penikmat campursari
(mmu/mmu)