Kolom

Etika Medis Digital

FX. Wikan Indrarto - detikNews
Kamis, 15 Jun 2023 11:20 WIB
Ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/Sitthiphong
Jakarta -

Selasa, 16 Mei 2023 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan kehati-hatian dalam menggunakan kecerdasan buatan (AI) di bidang kedokteran digital untuk melindungi dan mempromosikan kesejahteraan dan keselamatan manusia, dengan jaminan hak otonomi pasien, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Apa yang perlu dicermati?

AI bidang medis digital mencakup juga beberapa platform yang paling cepat berkembang seperti ChatGPT, Bard, Bert, dan banyak lainnya yang meniru pemahaman, pemrosesan, dan menghasilkan komunikasi antarmanusia. Sangat penting bahwa risiko buruk wajib dicermati saat menggunakan AI, baik untuk mendapatkan informasi kesehatan, sebagai alat pendukung keputusan medis, atau bahkan untuk meningkatkan kemampuan diagnostik dokter saat sumber daya yang terbatas, untuk menjaga kesehatan dan mengurangi ketidaksetaraan layanan medis.

Penggunaan teknologi yang tepat untuk mendukung kerja dokter, tenaga kesehatan lain, pasien, peneliti, dan ilmuwan, ada kekhawatiran bahwa kehati-hatian yang biasanya dilakukan untuk teknologi baru apapun justru tidak dilakukan secara konsisten pada AI medis digital. Ini termasuk kepatuhan luas terhadap nilai-nilai utama transparansi, inklusi, keterlibatan publik, pengawasan ahli, dan evaluasi yang ketat.

Kekhawatiran

Pengadopsian sistem yang belum teruji tentu dapat menyebabkan kesalahan oleh dokter, membahayakan pasien, mengikis kepercayaan pada AI, dan dengan demikian merusak (atau menunda) potensi manfaat jangka panjang, dan bahkan memungkinkan penggunaan AI di seluruh dunia.

Kekhawatiran penggunaan AI medis dengan cara yang aman, efektif, dan etis meliputi; pertama, data yang digunakan untuk menciptakan AI mungkin bias menghasilkan informasi yang menyesatkan atau tidak akurat yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan, kesetaraan, dan inklusivitas.

Kedua, AI menghasilkan respons yang dapat tampak masuk akal, namun tanggapan ini mungkin salah sama sekali atau mengandung kesalahan serius, suatu saat kelak. Ketiga, AI dapat menggunakan data yang izinnya mungkin belum diberikan sebelumnya untuk penggunaan tersebut, dan AI mungkin tidak mampu melindungi data sensitif (termasuk data kesehatan personal).

Keempat, AI dapat disalahgunakan untuk menghasilkan dan menyebarkan disinformasi yang sangat meyakinkan dalam bentuk teks, audio atau video yang sulit dibedakan oleh publik, dari informasi kesehatan yang dapat dipercaya.

Strategi Global tentang Kesehatan Digital, yang diadopsi pada 2020 oleh Majelis Kesehatan Dunia, menyajikan peta jalan untuk pengembangan dan inovasi bidang medis digital, juga menerapkan AI untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tujuannya agar layanan medis digital memiliki akses yang adil, universal, dan berkualitas baik, membantu membuat sistem kesehatan menjadi lebih efisien dan berkelanjutan, bahkan memungkinkan tersedianya fasilitas kesehatan yang berkualitas, terjangkau, dan setara.

Pedoman WHO tentang Etika dan Tata Kelola Kecerdasan Buatan untuk Kesehatan adalah hasil diskusi intensif selama 18 bulan oleh para pakar global di bidang etika, teknologi digital, hukum, hak asasi manusia, serta birokrat dari kementerian kesehatan. Teknologi baru yang menggunakan AI sangat menjanjikan untuk meningkatkan ketepatan diagnosis oleh dokter, asuhan keperawatan, penelitian bidang kesehatan dan pengembangan obat untuk para pasien.

Selain itu, juga untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan fungsi layanan kesehatan masyarakat, termasuk pengawasan dan tanggapan atas wabah, seperti saat pandemi COVID-19.

Tantangan dan Risiko

Terdapat banyak tantangan dan risiko etika terkait penggunaan AI bidang kesehatan untuk kepentingan publik di semua negara. Perlu diperhatikan rekomendasi WHO tentang tata kelola AI untuk kesehatan, dengan meminta semua pemangku kepentingan, baik di sektor publik maupun swasta, untuk ikut bertanggung jawab dan responsif terhadap dokter dan tenaga layanan kesehatan lainnya, yang akan mengandalkan teknologi AI ini dalam melayani masyarakat dan pasiennya, yang mungkin akan terpengaruh oleh penggunaannya.

Etika medis tentang AI dalam bidang kesehatan dapat bertolak dari fakta hukum pada pengadilan Nuremberg 1947, di mana kengerian eksperimen medis Nazi Jerman terungkap. Prinsip uji klinis yang dikenal sebagai Kode Nuremberg harus diterapkan pada penelitian bidang kesehatan yang melibatkan subjek manusia, termasuk uji klinis penggunaan AI.

Manual WHO (Bagian XV.2) mendefinisikan penelitian dengan subjek manusia sebagai aktivitas ilmu sosial, biomedis, perilaku, atau epidemiologi apapun, yang memerlukan pengumpulan atau analisis data secara sistematis dengan maksud untuk menghasilkan pengetahuan baru, di mana manusia terkena manipulasi, intervensi, observasi, atau interaksi lain dengan peneliti baik secara langsung atau melalui perubahan lingkungan mereka.

Prinsip etika medis dan tata kelola AI yang tepat harus diterapkan, sejak saat merancang dan mengembangkan, sampai pada tahap menerapkan AI untuk layanan medis digital. Terdapat 6 prinsip inti etika medis terakit AI, yaitu pertama, mampu melindungi hak otonomi pasien. Kedua, mampu mempromosikan kesejahteraan dan keselamatan pasien, juga untuk kepentingan umum. Ketiga, memastikan adanya transparansi dan kejelasan informasi. Keempat, memiliki aspek tanggung jawab dan akuntabilitas. Kelima, terjamin inklusivitas dan kesetaraan. Keenam, mempromosikan AI yang responsif dan berkelanjutan.

FX. Wikan Indrarto dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Lektor FK UKDW Yogyakarta, alumnus S3 UGM

Simak juga 'Google Siapkan Pelatihan Gratis soal Teknologi AI':






(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork