Buah jatuh tak pernah jauh dari pohonnya. Ungkapan itu seperti apa yang dialami Budianto (52 tahun) dalam merintis kesuksesan menggeluti bisnis bakso Malang.
Saat ini ia tercatat sebagai nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) Kantor Cabang Pembantu (KCP) Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Sang pengusaha yang naik kelas bersama Bank Syariah Indonesia itu, ungkap Branch Manager KCP BSI Kuningan Yadi Mulya Nugraha, sudah menjalankan usaha Bakso Malang di kabupaten berjuluk Kota Kuda selama 32 tahun.
Sewaktu ditemui di kios bakso Malang yang diberi nama CJDW beralamat di Jalan Kuningan-Cirebon, Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Jumat (4/11), Budianto menceritakan perjalanan hingga perjuangannya dalam meniti karier sebagai pengusaha sukses. Dituturkannya berawal dari kisah sedih dirinya ingin bertemu orang tuanya yang merantau malang melintang berbisnis Bakso Malang secara nomaden, atau berpindah-pindah tempat bahkan sampai antar pulau.
Budianto mengaku semasa kecilnya hidup bersama kakek-nenek di tanah kelahirannya, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Di usia 3 tahun, dirinya sudah ditinggal bapaknya merantau. Meski sempat bertemu pada usia 6 tahun, kala ia disunat sebagaimana syarat bagi seorang laki-laki dalam memeluk agama Islam.
Lantas ia harus berpisah lagi dengan ayahandanya. Baru menginjak kelas 1 STM atau SMK sekarang, dia memberanikan diri untuk mencari keberadaan bapaknya.
"Saya mencari tahu informasi di mana bapak berada saat itu, katanya di Kalimantan, saya belum bisa ke sana. Lalu tahun berikutnya dapat kabar bapak jualan di Bandung. Dan, waktu saya kelas 1 STM saya baru berani untuk bergerak setelah mengetahui bapak katanya ada di Kuningan," tuturnya dalam keterangan tertulis, Senin (26/12/2022).
"Cuma memegang alamat tertulis pada secarik kertas dengan keterangan harus menaiki bus apa turun di mana lalu naik lagi angkutan umum apa, titik lokasinya cuma disebutkan nama pohon dekat tempat tinggal bapak saya. Alhamdulillah berkat doa dan ikhtiar kuat akhirnya saya bertemu bapak saya," imbuhnya.
Budianto mengutarakan rasa senang hatinya pada masa lalunya itu. Setelah bertemu ia harus kembali lagi ke Jombang untuk melanjutkan bangku sekolahnya. Lulus STM, dirinya mendapatkan pekerjaan di Jakarta. Namun merasa terpaku pada aturan ketat perusahaan serta jenuh dengan rutinitas, serta hanya bisa mudik setahun sekali dalam waktu singkat.
Karena dalam jiwanya mengalir darah pengusaha, ia merasa ingin punya penghasilan tapi tetap bisa dekat dengan keluarga atau bisa menemui keluarga secara bebas waktunya atau sekehendak. Atas dasar itu lantas Budianto memilih keluar dari pekerjaan dan menemui ayahnya di Kuningan pada tahun 1990.
Dikemukakannya, setiba di Kabupaten Kuningan tapi malah menjadi pekerja lagi di sebuah bengkel motor daerah Cijoho sejurus dia sebagai lulusan Sekolah Teknik Mesin. Tapi lagi-lagi Budianto merasakan lagi kejenuhan pekerjaan, kala memperhatikan tukang sayur keliling yang mampu berpenghasilan lebih daripada dirinya sebagai pegawai.
Terlebih si tukang sayur yang ia ajak bercakap bisa mudik ke kampung halaman tak selalu melulu hanya pada saat lebaran saja. Tak berangsur lama ia pun memutuskan keluar lagi dari pekerjaannya dan memilih menjadi pedagang bakso Malang, namun tanpa sepengetahuan bapaknya.
"Waktu itu saya hanya ikut menjadi pelayan pada seorang pedagang, tugas saya hanya mempersiapkan mangkuk bakso. Setelah tahu teknisnya barulah saya memberanikan diri jualan membawa gerobak sendiri," katanya.
"Itu tahun 92/93-an, omset pun di kisaran Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribuan dengan untung bersih rata-rata lima ribu rupiah per hari," tambahnya.
Cukup beberapa bulan saja ia belajar, setelah merasa menguasai teknis jualan menjajakan bakso Malang, Budianto tekadnya semakin bulat. Dikatakannya membuat gerobak dorong sendiri lalu mulai keliling di wilayah Desa Randobawa, Kecamatan Mandirancan. Tak hanya itu ia mulai berguyub dengan sesama profesi pedagang bakso Malang di Kabupaten Kuningan.
Dikemukakannya, dalam paguyuban ada urun rembuk hingga saling membantu dalam peningkatan omset hingga kemajuan bisnis para pedagang bakso Malang di Kabupaten Kuningan. Terutama, dalam hal pembagian cakupan wilayah (area coverage) sampai mapping route atau jalur keliling gerobak bakso supaya tidak terjadi bentrokan. Bahkan, Budianto kini menjadi Ketua Paguyuban Pedagang Bakso Malang Kabupaten Kuningan itu.
"Dulu saya aktif berorganisasi hanya di dalam paguyuban sesama pedagang Bakso Malang saja. Namun kini di Kuningan juga saya ikutan dalam Paguyuban Warga Jateng, Yogyakarta, dan Jatim," bebernya.
"Alhamdulillah pada waktu itu berawal dari jualan sendiri hingga punya banyak anak buah, untuk gerobak-gerobaknya pun tetap saya yang buat sendiri. Dan suntikan modal saya pinjam dari BRI Syariah, dulu belum jadi BSI," lanjutnya.
Keuletan dan kegigihan Budianto patut diacungi jempol, keinginannya menjadi pengusaha dengan selain memiliki penghasilan tinggi serta dapat mengatur waktu aktivitas kerja dan keluarga secara leluasa terlaksana. Dari penuturannya, anak buah pertama yang direkrutnya adalah warga Rajagaluh, Kabupaten Majalengka, kemudian semakin bertambah namun jarang dari orang Jombang kampung halamannya atau pun Jawa Timur.
Taraf hidup dan perekonomiannya meningkat. Keteladanan Budianto sebagai pemilik usaha bakso Malang CJDW pun terlihat karena dirinya walau sebagai 'owner', tetap keliling juga berjualan. Bahkan mendidik anak buahnya agar bisa menjadi 'bos' juga atau bisa mempunyai usaha secara mandiri.
Hingga di tahun 2008, sesuatu hal yang paling mengejutkan ia memutuskan melepas seluruh pedagang bakso Malang hasil binaannya 'kembali ke nol', dan meneruskan bisnis dengan strategi baru berspekulasi membuka 5 kedai bakso Malang di lima kecamatan.
"Hanya saja namanya usaha tak selamanya mendapat keberuntungan. Ditambah beban ketiga anak saya mulai beranjak besar yang mana tekad saya harus bisa menyekolahkannya tinggi. Saya mengalami pailit, sampai-sampai kredit ke BRI macet," ucapnya.
Tapi mental Budianto memang sekuat baja, berkat dibantu pula oleh sesama pedagang bakso Malang yang tergabung pada paguyuban, dia pun kembali bangkit. Pantang menyerah dan tak kenal lelah berkeliling jualan walau sendirian dengan mengimbanginya antara ikhtiar dengan doa ungkap pengusaha asal Jombang yang dikenal Islami, kini pun katanya sedang menunggu panggilan kloter untuk menjalankan ibadah ke Tanah Suci atau naik Haji.
Anak-anaknya pun sukses. Putra sulungnya sudah berumah tangga dan kini tengah merintis bisnis bakso Malang lagi di kedainya 'CJDW Sampora', yang mana dikatakan Budianto bakal menjadi penerus.
Putri keduanya adalah lulusan perguruan tinggi swasta bonafit di Jawa Timur, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) jurusan Ilmu Ekonomi Sosial Pembangunan.Sementara anak bungsunya masih duduk di bangku sekolah.
Memasuki usia senjanya, di tahun 2012 Budianto memutuskan berhenti keliling dan hanya mengandalkan kedai bakso Malang yang diberi nama CJDW Sampora itu.
"Saya manut anjuran istri saya, pun fisik saya mulai menua tak kuat keliling jauh lagi. Tapi alhamdulillah, tuah dari banyak keliling ke sejumlah wilayah menambah banyak saudara hingga kini tali silaturahmi tetap terjalin, banyak langganan yang kenal saya meski dari jarak jauh pun mau singgah ke CJDW Sampora," ungkapnya.
Hal ini pun terpantau langsung di CJDW Sampora pada Jumat (4/11). Ada serombongan orang yang mengaku dari 'Orange Event Organizer' di mana kantornya berada di Kelurahan Cirendang, Kecamatan Kuningan.
Jarak tempuh menuju kedai bakso Malang milik Budianto lumayan jauh, untuk waktu tempuhnya sekira 20 menitan, namun mereka menyebutkan saking enaknya rasa dan kelezatan racikan bumbu khas tangan istrinya Budianto yang memasak.
"Kami selalu tak ragu memburu apalagi kala cuaca di musim penghujan paling enak memakan bakso Malang CJDW," ujar salah satu dari crew EO, Intan.
Ditanya ketika masa Pandemi COVID-19, tepatnya saat adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), bagaimanakah strategi Budianto? Ia mengaku harus menurunkan produksi sampai 50% dikarenakan tidak bisa membuka kedainya seperti jam jualan kedai biasanya (09.00- 21.00 WIB).
"Waktu PPKM saya hanya bisa buka kedai sampai jelang Maghrib saja, ditambah lagi harus mengurangi kursi pengunjung. Paling melemahkan omset saat peraturannya tidak boleh ada pelanggan makan di tempat atau harus dibungkus saja," ungkapnya.
Selepas Kabupaten Kuningan dinyatakan 'zero COVID-19' dan regulasi PPKM dicabut, kesejahteraan Budianto makin terlihat. Kini di rumahnya terdapat satu unit minibus yang harga on the road (OTR) barunya kisaran Rp 350-Rp 400 jutaan.
"Alhamdulillah, tahun 2020 saya kebeli mobil, dan ini dibantu Bank Syariah Indonesia (BSI)," ucapnya.
"Awalnya saya punya langganan, ternyata dia pegawai BSI. Lama-lama ada waktu ngobrol, dan dia nawarin pinjaman modal berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR), namun saat itu saya tak pernah menggubrisnya karena merasa tak punya kebutuhan mendesak. Tapi ia sering datang ke CJDW Sampora, dan selalu mengenalkan produk-produk Bank Syariah Indonesia, akhirnya saya pun tertarik setelah butuh kendaraan roda empat," terangnya.
Ketika ditanya kenapa tertarik menjadi nasabah BSI, Budianto menjawab karena Islami tidak riba sehingga tidak memberatkannya dalam mengangsur. Dan berkat kelancaran usaha bakso Malang CJDW Sampora meski hanya satu kedai saja namun pelanggan tetapnya begitu banyak, cukup setahun tenor kredit yang diambilnya untuk memenuhi kebutuhan kendaraan roda empat bisa dilunasi dengan penuh berkah.
"Semakin tertarik saya dengan BSI, lunas kredit untuk mobil, saya ambil lagi KUR untuk biasa renovasi memperluas kedai CJDW Sampora. Sekarang ini masih membayar cicilan saya," katanya.
Atas keberhasilan yang dialaminya, Budianto menyampaikan pesan berupa ajakan khususnya kepada sesama pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Kuningan agar jangan sungkan-sungkan menggunakan produk Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai tambahan modal pengembangan usaha.
"Kepada para pelaku usaha yang sedang berkembang agar jangan sekali-kali mengajukan kredit ke 'bank emok' ataupun pinjol ilegal atau tak jelas dan tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kabar baiknya, di BSI juga ada pinjaman online yang jelas-jelas dengan sistem syariah tidak bakalan mencekik nasabahnya. Pokoknya jangan segan-segan menjadi nasabah BSI, persyaratannya enggak ribet kok. Insya Allah bersama BSI, UMKM bisa naik kelas," paparnya.
Kemajuan CJDW Sampora atau bisnis bakso Malang milik Budianto sekarang ini juga mulai didukung dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Seperti melakukan promosi melalui akun media sosial Instagram dan YouTube yang dibantu oleh anak-anaknya. Tak hanya itu, kedainya mulai menerapkan pola transaksi digital, terutama dalam penjualan secara online.
Erix Exvrayanto
(ads/ads)