Kolom

Revitalisasi Program Pengembangan UMKM

Muhammad Amir Nur Ridho - detikNews
Kamis, 20 Okt 2022 14:10 WIB
Foto ilustrasi: dok.ist
Jakarta -

Program-program pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah banyak dilakukan oleh beberapa pihak dengan variasi program yang beragam. Dari sisi aktor pelaksana program, setidaknya ada pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, dan bahkan lembaga-lembaga filantropi yang secara beriringan melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung pengembangan UMKM. Dari sisi jenis program yang diberikan, terdapat program-program terkait pembiayaan, pemasaran, perizinan, sertifikasi, produksi, dan beberapa program lain yang terus dilakukan kepada pelaku UMKM di berbagai lokasi.

Inisiatif yang telah dilakukan oleh banyak pihak ini di satu sisi merupakan kabar baik bagi pelaku UMKM, karena kesempatan untuk mendapatkan berbagai program pengembangan kapasitas usaha semakin terbuka lebar. Pelaku UMKM bahkan bisa memilih program apa yang sekiranya paling cocok dan dibutuhkan, sehingga program yang diberikan bisa lebih tepat guna.

Namun, di sisi lain dengan banyaknya program pengembangan UMKM tersebut juga menimbulkan beberapa pertanyaan terkait dampak yang dihasilkan, misalnya apakah program-program tersebut mampu membuat UMKM berkembang? Apakah sudah membuat UMKM naik kelas? Apakah berhasil membuat kontribusi UMKM terhadap perekonomian meningkat? Dan, masih banyak sederet pertanyaan lain.

Selain keraguan mengenai dampak yang dihasilkan, terdapat potensi tumpang tindih program dari masing-masing aktor pelaksana program yang mana program dan pelaku UMKM penerima manfaatnya bisa berpotensi sama. Hal ini tentunya menimbulkan inefisiensi biaya dan kegiatan sehingga dampak yang dihasilkan juga tidak akan optimal.

Kontribusi

Melihat realitas UMKM di Indonesia saat ini rasanya tidak heran jika dibilang UMKM belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan secara umum. Dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), UMKM yang mendominasi 99 persen jumlah usaha di Indonesia hanya mampu berkontribusi sekitar 60 persen PDB. Bandingkan dengan usaha besar yang hanya berjumlah satu persen dari total jumlah usaha namun mampu berkontribusi sebanyak 40 persen terhadap PDB.

Angka kontribusi UMKM yang kurang optimal ini sebenarnya telah berlangsung selama bertahun-tahun dan tidak ada perubahan signifikan setiap tahunnya. Sedangkan seperti yang diketahui bersama, program-program pengembangan UMKM yang tersebar di berbagai pihak begitu menjamur dengan intensitas pelaksanaan program yang begitu tinggi.

Ilustrasi lain misalnya tentang program pembiayaan atau permodalan UMKM. Pemerintah telah menggulirkan beberapa program kredit murah untuk memudahkan akses pembiayaan kepada para pelaku UMKM melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Ultra Mikro (UMi), dan beberapa program serupa lain. Disamping pemerintah, dunia usaha juga telah banyak menawarkan penawaran pembiayaan yang cukup menarik bagi UMKM, misalnya lewat program PNM Mekaar dan ULaMM, peer-to-peer lending melalui perusahaan financial technology, dan beberapa saluran pembiayaan lain.

Bahkan lembaga-lembaga filantropi yang tersebar di berbagai penjuru negeri juga memiliki program pembiayaan UMKM dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Banyaknya program pembiayaan UMKM tersebut nyatanya belum mampu mendorong rasio kredit UMKM ke arah yang lebih tinggi. Data Bank Indonesia menunjukkan rasio kredit UMKM terhadap total kredit perbankan pada 2021 berada di angka 21,02 persen tidak jauh berbeda dengan 2020 sebesar 19,67 persen dan 2019 sebesar 19,55 persen. Padahal target yang dicanangkan pada 2024 oleh Presiden sebesar 30 persen, terlihat masih sangat jauh dari target.

Kondisi ini dapat menjadi sinyal yang cukup kuat bahwa program pembiayaan yang begitu banyak tersebut belum mampu mendorong akses kredit UMKM yang lebih tinggi. Selain dari sisi pembiayaan, beberapa program-program pelatihan kepada pelaku UMKM juga banyak yang tumpang tindih antara satu penyelenggara dan penyelenggara lain. Bahkan satu UMKM bisa memperoleh materi pelatihan yang sama dari penyelenggara yang berbeda-beda. Hal ini tentunya mesti dihindari agar alokasi pelaksanaan pelatihan bisa disebar secara adil kepada pelaku UMKM sesuai kebutuhan.

Di titik ini, dapat disadari bahwa perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap program-program pengembangan UMKM terutama yang memakan biaya besar, misalnya seperti program KUR dan UMi yang menelan biaya triliunan rupiah. Gambaran tersebut memberikan sebuah keyakinan bahwa memang program pengembangan UMKM selama ini belum efektif dan terkesan parsial. Antara satu program dengan program lain tidak terhubung, berjalan sendiri-sendiri, dan tidak saling mendukung.

Pihak-pihak yang melaksanakan program pengembangan UMKM juga terkesan peduli terhadap programnya masing-masing, tanpa mau tahu apakah sudah ada program serupa yang dilakukan pihak lain. Kenyataan-kenyataan seperti ini tidak boleh terus dipertahankan karena hanya akan membuat para pelaku UMKM tidak berkembang dan jalan di tempat. Asa untuk UMKM naik kelas juga hanya akan menjadi sebatas harapan apabila tidak ada perubahan yang signfikan terhadap pola pengembangan UMKM.

Terintegrasi

Sejatinya, yang dibutuhkan pelaku UMKM saat ini adalah skema pengembangan UMKM yang komprehensif, terintegrasi dari hulu-hilir, serta sesuai kebutuhan. Program-program pengembangan UMKM yang sudah banyak tadi mesti diramu sedemikian rupa agar bisa saling mendukung sesuai porsinya masing-masing. Pengembangan UMKM mesti dikelola secara terpadu dengan memanfaatkan potensi dari masing-masing pelaku UMKM.

Pemerintah di sini dapat menjadi inisiator untuk mengajak pihak lain bekerja sama dalam mengembangkan kapasitas usaha pelaku UMKM secara terpadu. Pihak-pihak yang memiliki program-program pengembangan UMKM tersebut harus duduk bersama untuk memetakan lokus-lokus tertentu yang bisa diintervensi bersama sesuai peran masing-masing. Skema pengembangan UMKM secara terpadu yang berbasis pada klaster komoditas atau produk tertentu dapat menjadi pilihan untuk program pengembangan UMKM ke depan.

Dalam pengembangan UMKM secara terpadu tersebut, masing-masing pihak dapat menjalankan perannya sesuai dengan tahapan dari rantai nilai komoditas yang ada. Pada awalnya, harus ditentukan terlebih dahulu rantai nilai dari setiap komoditas agar dapat diketahui tahapan-tahapan proses produksi suatu produk dari penyiapan bahan mentah sampai kepada pembeli akhir. Dari situ nanti akan terlihat kebutuhan-kebutuhan intervensi yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM dalam setiap tahapan rantai nilai.

Di sinilah nanti peran dari penyelenggara program akan sangat penting untuk memberikan program sesuai tahapan dalam rantai nilai. Misalnya, dari hasil pemetaan ternyata para pelaku UMKM di klaster tersebut membutuhkan permodalan, maka dari pihak perbankan bisa menawarkan kredit murah melalui KUR. Contoh lain misalnya di dalam klaster tersebut diketahui bahwa terdapat masalah pengemasan produk yang belum baik, dari situ nanti pemerintah atau dunia usaha dapat memberikan pelatihan pengemasan yang sesuai kebutuhan pelaku UMKM di klaster tersebut.

Dengan fokus pada lokasi-lokasi tertentu sesuai dengan potensi komoditas atau produknya, intervensi kepada UMKM yang beragam bisa lebih dipetakan dan menghindari potensi tumpang tindih. Program-program permodalan, peningkatan keterampilan, pemasaran, proses produksi dan program lain dapat dikonsentrasikan kepada pelaku UMKM yang membutuhkan di lokasi-lokasi tersebut.

Skema pengembangan UMKM secara terpadu ini dapat memetakan persoalan apa yang perlu diintervensi sekaligus dapat memetakan pula solusi yang tepat atas persoalan tersebut melalui berbagai program yang ada. Hal ini tentu akan menciptakan efektivitas pelaksanaan program karena sesuai kebutuhan dan tidak tumpang tindih, serta secara bersamaan menciptakan efisiensi sumber daya anggaran yang tidak terbuang percuma.

Keterpaduan program-program pengembangan UMKM juga tidak hanya dilihat dari peran masing-masing pihak dalam sebuah klaster komoditas, tetapi juga adanya integrasi antar program-program yang saling mendukung dari hulu sampai hilir. Dari mulai proses penyiapan bahan baku, proses produksi, sampai pemasaran akhir, integrasi program dilakukan untuk mencapai sebuah hasil akhir yang optimal bagi pelaku UMKM. Dengan begitu, masing-masing pihak tidak lagi melaksanakan program secara terpisah dan tidak saling terhubung. Semuanya dapat mendukung pengembangan usaha para pelaku UMKM secara terpadu berbasis klaster komoditas atau produk.

Integrasi dilakukan sampai sampai pada level pembeli akhir (offtaker) yang secara berkelanjutan melakukan transaksi dengan pelaku UMKM. Hal ini dilakukan juga untuk menjamin pasar dari produk yang dihasilkan, sehingga pelaku UMKM tidak khawatir hendak menjual produknya kemana. Selain itu, peran offtaker disini dapat sebagai pihak yang memberikan pembinaan kepada pelaku UMKM dalam standardisasi produk yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan.

Koordinasi

Skema pengembangan UMKM terpadu ini membutuhkan peran dari banyak pihak mulai dari pelaku UMKM itu sendiri, pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha besar sebagai offtaker, lembaga pembiayaan, serta tentu pihak-pihak lain yang menyelenggarakan program pengembangan UMKM. Koordinasi harus dilakukan oleh setiap pihak untuk memastikan skema ini berjalan dengan baik sejak dari awal perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi.

Memang di awal mungkin tidak akan mudah mengintegrasikan berbagai program yang sudah banyak tersebar karena setiap pihak memiliki kepentingan dan pandangannya masing-masing, namun budaya menjalankan program secara parsial ini harus segera diakhiri. Masing-masing pihak perlu lebih membuka diri dan menurunkan ego masing-masing untuk UMKM yang lebih berdaya saing dan naik kelas. Di masa pemulihan pandemi covid-19 seperti sekarang ini merupakan momen yang tepat melakukan revitalisasi program pengembangan UMKM melalui skema pengembangan UMKM terpadu.

Muhammad Amir Nur Ridho Perencana Ahli Pertama di Kementerian PPN/Bappenas




(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork