Pandemi Covid-19 memang berdampak sangat signifikan terhadap penurunan perekonomian nasional maupun global. Tidak sedikit perekonomian negara-negara di belahan dunia yang goyah bahkan terpuruk usai di hantam badai pandemi Covid-19, namun tidak dengan Indonesia! loh kok bisa?
Koperasi dan Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) adalah jawaban masih kokohnya perekonomian negara kita meski sempat goyang di masa pandemi Covid-19.
Dalam catatan sejarah negeri ini, Koperasi dan UMKM yang berbasis ekonomi kerakyatan, terbukti senantiasa menjadi pondasi kebangkitan dan kekuatan perekonomian negara.
Masih ingat krisis moneter (Krismon) 1998 dimana pertumbuhan ekonomi kita minus 13 persen? Hanya koperasi serta UMKM yang mampu bertahan, tetap eksis dan konsisten menopang terpuruknya perekonomian negara kala itu, perlahan-lahan bangkit, maju dan keluar dari Krismon 98.
Ironisnya, di saat ekonomi kita jatuh, perusahaan-perusahaan bangkrut, bank nasional maupun swasta tutup atau terpaksa merger agar bertahan, segelintir pecundang bangsa yang tak lain swasta-swasta besar atau konglomerat, memilih kabur membawa uangnya keluar dari Indonesia, bukannya ikut berjuang bersama segenap bangsa dan negara di masa-masa krisis multidimensi saat itu.
Di masa pandemi Covid-19 yang situasi-kondisinya mirip-mirip Krismon 98, koperasi dan UMKM kembali menjadi pahlawan penyelamat perekonomian negara.
Meski jumlahnya semakin berkurang, keberadaan koperasi masih mampu menggairahkan ekonomi nasional, karena koperasi dapat menjangkau 64 juta pelaku UMKM yang tersebar di pelosok negeri ini.
Sementara UMKM yang tetap hidup berkat sokongan koperasi, menjalankan perannya sebagai penggerak pemulihan ekonomi nasional, dimana UMKM berkontribusi besar terhadap PDB Indonesia sebesar 61,07 persen atau senilai dengan Rp 8,573,89 triliun dan mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja yang ada, serta dapat menghimpun sampai 60,4 persen dari total investasi.
Tidak dapat dipungkiri, peran koperasi sangat sentral dan signifikan dalam membantu pelaku UMKM melalui program bantuan atau kredit untuk permodalan mereka.
Namun sayang, seiring pesatnya perkembangan zaman, semakin mutakhirnya teknologi serta informasi dalam era digitalisasi saat ini, denyut nadi kehidupan koperasi justru kian melemah, pergerakannya lambat bahkan terkesan stagnan, sangat kontras dengan gegap gempitanya detak jantung lembaga keuangan non-bank lainnya seperti financial technology (fintech) peer to peer lending alis pinjaman online (pinjol), yang seolah berlari secepat kilat di era society 5.0.
Belum pernah terdengar gagasan besar, langkah inovatif atau inovasi luar biasa dari instrumen negara yang mengurusi bidang koperasi, untuk menyelamatkan soko guru ekonomi Indonesia yang mulai ditinggalkan masyarakat setelah beralih pada fintech peer to peer lending alis pinjaman online (pinjol), yang inovasinya selalu sustainable.
Kementerian Koperasi dan UMKM seyogianya segera berbenah diri, membangkitkan kembali serta meng-up grade koperasi agar sejalan dengan perkembangan zaman khususnya era digitalisasi, sehingga dapat bersaing lalu menyaingi pinjol dan menarik kembali minat masyarakat untuk menggunakan jasa soko guru ekonomi kerakyatan ini.
(lir/van)