Ketika video Ngobam Didi Kempot ditayangkan, langsung berhasil menduduki peringkat teratas di Youtube serta menembus lebih dari satu juta penonton. Sebuah capaian yang menguak fenomena terbaru, bahwa anak muda begitu mengidolakan penyanyi campursari yang sudah puluhan tahun malang melintang berkesenian ini.
Hal ini lantas menumbuhkan tanda tanya besar di pikiran saya. Memangnya apa sih yang membuat Didi Kempot belum redup pamornya? Bahkan namanya semakin dielu-elukan terutama oleh para generasi langgas?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jangan salah, kawula muda yang hadir di sana tampil dengan atribut gaul layaknya akan mendatangi konser-konser kekinian semacam We The Fest dan Lalala Fest. Berbalut kaos yang kebesaran, jaket, celana denim, dan berselempangkan tas samping mini yang menempel di salah satu pundak. Tak ketinggalan sepatu kets kekinian dengan merk yang mencirikan anak muda seperti Keds, Converse, atau Vans.
Rupanya pentas tersebut turut disesaki kaum perempuan generasi milenial. Entah datang sendiri atau menggandeng pasangan, barisan perempuan ini terlihat tidak sabar menantikan aksi panggung Didi Kempot.
Dan sang idola yang ditunggu-tunggu tampil juga. Dengan kostum kemeja bermotif didominasi warna hijau, Didi Kempot sukses mengaduk-aduk emosi para penggemarnya lewat lirik demi lirik yang ia bawakan. Ia mengoyak relung terdalam perasaan para penonton.
Para sad boys dan sad girls, julukan untuk para fans Didi Kempot, hanyut dan lebur menyanyikan lagu-lagu yang didendangkan malam itu. Didi Kempot sesekali melempar pertanyaan seputar patah hati kepada kerumunan penonton di sana. Sebuah topik yang begitu lekat dengan kehidupan anak muda kiwari.
Dari situ saya menyadari, pantas saja Didi Kempot berhasil menarik banyak pengunjung anak muda. Bahkan sampai-sampai, Didi Kempot diganjar gelar Lord of Broken Heart. Ya, Didi Kempot piawai meramu patah hati menjadi bahan lagu yang menyayat dan menampar. Tapi, tidak menjual kesedihan yang muluk-muluk. Setiap lagu yang ia ciptakan mengambil diksi ringan dan menyederhanakan konsep patah hati.
Didi Kempot mengajari anak muda untuk menertawakan patah hati. Patah hati bukan hal yang memalukan. Setiap orang pasti akan mengalami itu dan tingkat tragisnya bakal berbeda-beda. Namun kesamaanya, bakal ada sakit yang terus menancap serta memori yang berat dilupakan. Tapi patah hati tak boleh berbekas lama. Itulah yang diingatkan Didi Kempot lewat lagu-lagunya.
Patah hati pasti menjejakkan luka yang sulit dikubur. Namun apakah kita akan terus memupuk subur kepahitan itu? Itulah yang diangkat Didi Kempot dalam lagunya.
Tema diselingkuhi, ditinggal nikah, putus cinta, menanti tambatan hati, cinta bertepuk sebelah tangan, dan tema-tema serupa memang klasik dituangkan jadi lagu oleh pemusik Indonesia. Namun di tangan Didi Kempot, semua peristiwa kelam tersebut tidak usah dipandang secara menye-menye dan meromantisasinya secara berlebihan. Patah hati justru patut dirayakan karena membuat kita semakin kuat dan bijak dalam memilih langkah terkait asmara.
Itulah kekuatan dan daya pikat Didi Kempot. Sepertinya, penyanyi yang merupakan adik dari pelawak Srimulat, Mamiek Prakoso ini menyelipkan mantera sehingga tiap lagunya mudah dihafal dan dicerna oleh pendengarnya. Sekalipun mereka bukan berasal dari Jawa dan tidak mengerti bahasa Jawa. Ini yang saya saksikan sendiri.
Penonton yang membanjiri panggung Didi Kempot di harlah PKB justru pemuda-pemudi Jabodetabek. Sesekali terlihat atribut bendera dibentangkan, bertuliskan Sadbois Depok. Memang ada pula penonton yang fasih berbahasa Jawa; mereka adalah perantau atau yang sengaja jauh-jauh bertandang demi sang Dewa Patah Hati.
Lalu, patah hati mana yang masih begitu kalian ingat? Segera hapus dan berjogetlah dengan lagu Didi Kempot.
Shela Kusumaningtyas alumnus Ilmu Komunikasi Undip
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini