Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UIN Walisongo, Suparman Syukur mengatakan aturan berpakaian untuk mahasiswi sudah diatur sejak lama bahkan sejak nama uniniversitasnya masih Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo.
"SK Rektor sejak zaman IAIN sudah menyebutkan soal busana tidak berlebihan," kata Suparman saat ditemui detikcom di kantornya, Selasa (6/3/2018)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak menggambar orang bercadar kemudian diping (disilang). Kita bukan melarang cadar, tapi di institusi kita kan ada aturan, pakaian wanita di area kampus ada gambaran," jelasnya.
Ia melanjutkan sesuai syariah Islam, busana perempuan diizinkan mempelihatkan wajah dan telapak tangan.
"Pimpinan sudah garis jelas UIN sifatnya wasathiyah, moderat, dan ngayomi. Kita di UIN anggap aturan itu ada," tegasnya.
Menurut Suparman, cadar merupakan budaya di Timur Tengah dan kini sudah tidak banyak yang memakainya. Maka jika ingin mengikuti syariah Islam dalam berbusana, aturan di UIN Walisongo sudah cukup.
"Bagi mahasiswi, aturan berpakaian ada, yaitu tidak diperbolehkan berpakaian berlebihan. Itu masih multi tafsir, mala dari pimpinan menganggap cadar merupakan suatu tuntutan dari budaya, bukan syariah, terutama budaya Timur Tengah," terang Suparman.
"Ya, cadar dianggap berlebihan di sini (dalam kampus UIN Walisongo)," imbuhnya.
Selain berlebihan, cadar juga menghambat sosialisasi karena wajah tidak terihat jelas. Jika ada yang terlihat memakai cadar maka pihak kampus akan mengambil langkah persuasif.
Suparman mengakui pernah ada mahasiswi bercadar di kampusnya. Hal itu kemudian ditanggapi dan mahasiswi itu diberi pengertian terkait cadar sehingga akhirnya patuh.
"Ada dua mahasiswi setahu saya, setelah itu tidak ada masalah lain, alhamdulillah tidak sampai jadi polemik," ujarnya.
(alg/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini