Presiden Lebanon Joseph Aoun memerintahkan militernya untuk mengkonfrontasi setiap serangan Israel ke negara tersebut. Perintah itu diberikan setelah pasukan Israel melakukan penyerbuan lintas perbatasan ke Lebanon bagian selatan dan menewaskan seorang pegawai pemerintah setempat.
Penyerbuan pasukan Israel via darat hingga melanggar perbatasan Lebanon itu terjadi pada Kamis (30/10) dini hari, saat gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) masih berlangsung.
Militer Lebanon secara historis berada di pinggir konflik besar yang berkecamuk antara kelompok Hizbullah, yang bermarkas di Lebanon bagian selatan, dan Israel.
Namun, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (31/10/2025), posisi itu tampaknya akan berubah, setelah pasukan Israel terdeteksi memasuki kota perbatasan Blida pada Kamis (30/10) pagi waktu setempat dan menembaki gedung pemerintah setempat, hingga menewaskan seorang pegawai di sana.
Militer Lebanon, dalam pernyataannya, menyebut penyerbuan pasukan Israel di wilayah negara tersebut sebagai "aksi kriminal" dan merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Kantor berita pemerintah Lebanon, National News Agency (NNA), mengidentifikasi pegawai yang tewas sebagai Ibrahim Salameh, yang sedang tidur di gedung pemerintah yang ditembaki tentara-tentara Israel. Belum diketahui secara jelas apakah Salameh memang menjadi target serangan itu, dan jika iya, apa alasannya.
Setelah mengerahkan personel ke lokasi serangan pada pukul 04.00 dini hari, militer Lebanon tidak menemukan infrastruktur militer di gedung yang diserang Israel. Pasukan militer Lebanon melihat bekas-bekas tembakan yang mengindikasikan pasukan Israel melepaskan tembakan secara intens dari luar gedung.
Seorang pejabat keamanan senior Lebanon mengatakan kepada Reuters bahwa jenazah Salameh ditemukan mengenakan piyama dengan genangan darah di lantai, dan beberapa luka tembak di sekujur tubuhnya.
(nvc/ita)