Fantastis, Israel Bayar Influencer Rp 116 Juta Per Postingan di Medsos

Fantastis, Israel Bayar Influencer Rp 116 Juta Per Postingan di Medsos

Novi Christiastuti - detikNews
Jumat, 03 Okt 2025 12:32 WIB
Ilustrasi media sosial
Ilustrasi media sosial (dok. Getty Images/5./15 WEST)
Tel Aviv -

Otoritas Israel mengerahkan pasukan influencer di media sosial untuk mempengaruhi opini publik mengenai perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza. Setiap influencer dilaporkan mendapatkan bayaran fantastis hingga mencapai sebesar US$ 7.000 atau setara Rp 116,2 juta per postingan propaganda Israel.

Langkah semacam itu, seperti dilansir Middle East Monitor, Jumat (3/10/2025), dilakukan saat opini publik global mulai bergeser secara tajam dalam menentang perang yang dikobarkan Israel di di Jalur Gaza, dengan tuduhan genosida terhadap negara Yahudi itu semakin meluas.

Dalam operasi yang digencarkan di media sosial, Israel semakin mengintensifkan upaya-upaya untuk mendominasi ruang informasi melalui jaringan influencer berbayar, manipulasi algoritma, content framing melibatkan AI, dan kemitraan media secara rahasia atau diam-diam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Praktik itu terungkap dari dokumen yang diajukan berdasarkan Undang-undang Pendaftaran Agen Asing Amerika Serikat (AS), yang menunjukkan bagaimana kampanye Israel secara luas dirancang untuk mendistorsi wacana publik, terutama di kalangan muda, dan menangkis tuduhan genosida yang semakin meningkat.

ADVERTISEMENT

Kementerian Luar Negeri Israel, melalui kontraktor Bridges Partners, dilaporkan telah membayar hingga US$ 7.000 (Rp 116,2 juta) per postingan kepada para influencer untuk memposting konten pro-Israel di platform seperti TikTok dan Instagram.

Menurut laporan Responsible Statecraft, operasi "Kampanye Influencer" ini memiliki anggaran sebesar US$ 900.000 (Rp 14,9 miliar) yang mencakup pembayaran 75-90 postingan antara Juni hingga September 2024. Konten tersebut diproduksi di bawah sebuah inisiatif yang disebut "Proyek Esther".

Nama tersebut mirip dengan inisiatif terpisah oleh lembaga think-tank sayap kanan AS, Heritage Foundation, yang meluncurkan "Proyek Esther" mereka pada Oktober 2024. Kampanye ini fokus mengidentifikasi dan melawan retorika "antisemitisme" di kampus-kampus AS dan dalam wacana publik.

Kedua proyek itu, menurut Responsible Statecraft, tidak berkaitan secara resmi, namun memiliki tujuan ideologis yang sama, yakni mengkategorikan solidaritas Palestina dan kritikan terhadap Israel sama dengan ekstremisme demi mendelegitimasi perbedaan pendapat.

Strategi lebih luas tidak hanya melibatkan konten pro-Israel, tetapi juga upaya mengubah arsitektur platform informasi. Upaya ini melibatkan perusahaan bernama Clock Tower X LLC, yang mendapatkan kontrak senilai US$ 6 juta dari pemerintah Israel untuk menyebarkan pesan pro-Israel kepada Gen Z.

Kontrak Clock Tower mencakup upaya mempengaruhi bagaimana perangkat AI, seperti ChatGPT, merespons pertanyaan tentang Israel dan Palestina. Upaya ini bertujuan memastikan perangkat AI lebih cenderung menyuarakan poin-poin pro-Israel -- bukan karena faktanya benar, tetapi karena internet telah secara strategis disemai dengan perspektif tersebut melalui cara khusus.

Berbicara kepada para influencer Israel pekan lalu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengakui bahwa ruang digital menjadi garda terdepan yang "paling penting" dalam upaya Israel untuk menjustifikasi perangnya.

"Anda tidak bisa berperang hari ini dengan pedang, itu tidak efektif. (Senjata) Yang paling penting adalah media sosial," sebutnya.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads