Israel merilis peringatan terakhir, pada Rabu (1/10) waktu setempat, agar warga sipil Palestina segera meninggalkan Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza. Peringatan ini dirilis saat pasukan Tel Aviv semakin memperketat pengepungan atas kota tersebut.
Para saksi mata melaporkan pengeboman besar-besaran melanda Kota Gaza, dengan Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan tentara-tentaranya memperketat pengepungan terhadap kota tersebut.
"Ini merupakan kesempatan terakhir bagi warga Gaza yang ingin pindah ke wilayah selatan dan membiarkan para anggota Hamas terisolasi di Kota Gaza," ucap Katz dalam pernyataannya via media sosial X, seperti dilansir AFP, Kamis (2/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia memperingatkan bahwa mereka yang memilih tetap tinggal di Kota Gaza akan "dianggap teroris dan pendukung teroris".
Dalam pernyataannya, Katz mengatakan militer Israel telah merebut Koridor Netzarim, yang menghubungkan wilayah Jalur Gaza bagian tengah dengan pesisir barat wilayah tersebut, yang secara efektif memisahkan wilayah utara Jalur Gaza dari wilayah selatan.
Katz menambahkan bahwa siapa pun yang meninggalkan Kota Gaza ke wilayah selatan harus melewati beberapa pos pemeriksaan militer Israel.
Pengumuman itu disampaikan beberapa jam setelah militer Tel Aviv mengatakan akan menutup rute terakhir yang tersisa bagi orang-orang untuk bisa bepergian dari wilayah selatan ke wilayah utara Jalur Gaza.
Di Kota Gaza, Rabah al-Halabi yang berusia 60 tahun, yang mengungsi di tenda yang didirikan di halaman Rumah Sakit Al-Shifa, menggambarkan ledakan terus-menerus di wilayah tersebut. Al-Halabi menegaskan dirinya tidak akan meninggalkan Kota Gaza.
"Saya tidak akan pergi karena situasi di Kota Gaza tidak berbeda dengan situasi di Jalur Gaza bagian selatan," ucapnya saat berbicara kepada AFP via telepon.
"Semua area berbahaya, pengeboman terjadi di mana-mana, dan pengungsian itu mengerikan dan memalukan. Kami menunggu kematian, atau mungkin pertolongan dari Tuhan, dan gencatan senjata yang akan datang," ujar Al-Halabi.
Hal senada disampaikan Fadel al-Jadba yang berusia 26 tahun, yang mengatakan akan tetap tinggal di Kota Gaza. "Kami menginginkan gencatan senjata dengan cara apa pun karena kami frustrasi, kelelahan, dan tidak menemukan seorang pun di dunia yang berdiri bersama kami," ucapnya kepada AFP.
Kelompok Hamas, dalam tanggapannya, menyebut peringatan yang disampaikan Katz sebagai "awal dari meningkatnya kejahatan perang yang dilakukan oleh tentaranya".
Hamas kini sedang mendiskusikan rencana perdamaian untuk Jalur Gaza yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, dan didukung oleh Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
Rencana perdamaian itu mencakup seruan gencatan senjata, pembebasan sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam usai gencatan senjata disepakati, perlucutan senjata Hamas, pembebasan tahanan Palestina oleh Israel, dan penarikan secara bertahap pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Sumber Palestina yang dekat dengan para pemimpin Hamas mengatakan kepada AFP bahwa "belum ada keputusan akhir" yang telah diambil, dan bahwa "gerakan tersebut kemungkinan akan membutuhkan waktu dua hari hingga tiga hari".
Tonton juga video "Israel Sebut Kapal Greta cs Dibajak Hamas, Penumpang Dipastikan Aman" di sini: