Seorang penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Navi Pillay, yang pekan ini menuduh Israel melakukan genosida di Jalur Gaza, mengatakan dirinya melihat kesamaan dengan pembantaian yang terjadi di Rwanda. Pillay mengharapkan para pemimpin Israel akan diadili dan dijebloskan ke penjara.
Pillay, yang seorang mantan hakim Afrika Selatan ini, seperti dilansir AFP, Kamis (18/9/2025), pernah memimpin pengadilan internasional untuk genosida Rwanda tahun 1994 silam dan juga menjabat sebagai kepala hak asasi manusia PBB.
Dalam wawancara dengan AFP, Pillay mengakui bahwa keadilan merupakan "proses yang lambat". Namun dia mengutip pernyataan mendiang ikon anti-apartheid Afrika Selatan, Nelson Mandela, yang mengatakan bahwa "selalu terasa mustahil sampai hal itu terjadi".
"Saya menganggap bukannya tidak mungkin akan ada penangkapan dan pengadilan (di masa mendatang)," katanya.
Komisi Penyelidikan Internasional Independen (COI) yang dipimpin Pillay, yang tidak mewakili PBB secara resmi, baru saja merilis laporan mengejutkan pada Selasa (16/9) yang menyimpulkan bahwa "genosida sedang terjadi di Gaza" -- tuduhan yang dibantah keras oleh Israel.
Para penyelidik COI juga menyimpulkan bahwa Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant telah "menghasut dilakukannya genosida".
Israel dengan tegas menolak temuan penyelidikan tersebut, dan mengecam laporan itu sebagai "distorsi dan keliru".
Namun bagi Pillay, kesamaan apa yang terjadi di Jalur Gaza dengan Rwanda -- tempat sekitar 800.000 orang, sebagian besar etnis Tutsi dan Hutu, dibantai -- sudah jelas. Sebagai ketua Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda, Pillay mengatakan dirinya menyaksikan rekaman warga sipil dibunuh dan disiksa yang membekas "seumur hidup" baginya.
(nvc/idh)