Penyelidik PBB Berharap Pemimpin Israel Diadili terkait Genosida di Gaza

Penyelidik PBB Berharap Pemimpin Israel Diadili terkait Genosida di Gaza

Novi Christiastuti - detikNews
Kamis, 18 Sep 2025 12:03 WIB
Palestinians inspect the site of an Israeli strike on a house, in Khan Younis in the southern Gaza Strip March 20, 2025. REUTERS/Hatem Khaled Purchase Licensing Rights
Kehancuran di Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan, akibat rentetan serangan udara Israel (dok. REUTERS/Hatem Khaled Purchase Licensing Rights)
Jenewa -

Seorang penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Navi Pillay, yang pekan ini menuduh Israel melakukan genosida di Jalur Gaza, mengatakan dirinya melihat kesamaan dengan pembantaian yang terjadi di Rwanda. Pillay mengharapkan para pemimpin Israel akan diadili dan dijebloskan ke penjara.

Pillay, yang seorang mantan hakim Afrika Selatan ini, seperti dilansir AFP, Kamis (18/9/2025), pernah memimpin pengadilan internasional untuk genosida Rwanda tahun 1994 silam dan juga menjabat sebagai kepala hak asasi manusia PBB.

Dalam wawancara dengan AFP, Pillay mengakui bahwa keadilan merupakan "proses yang lambat". Namun dia mengutip pernyataan mendiang ikon anti-apartheid Afrika Selatan, Nelson Mandela, yang mengatakan bahwa "selalu terasa mustahil sampai hal itu terjadi".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya menganggap bukannya tidak mungkin akan ada penangkapan dan pengadilan (di masa mendatang)," katanya.

ADVERTISEMENT

Komisi Penyelidikan Internasional Independen (COI) yang dipimpin Pillay, yang tidak mewakili PBB secara resmi, baru saja merilis laporan mengejutkan pada Selasa (16/9) yang menyimpulkan bahwa "genosida sedang terjadi di Gaza" -- tuduhan yang dibantah keras oleh Israel.

Para penyelidik COI juga menyimpulkan bahwa Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant telah "menghasut dilakukannya genosida".

Israel dengan tegas menolak temuan penyelidikan tersebut, dan mengecam laporan itu sebagai "distorsi dan keliru".

Namun bagi Pillay, kesamaan apa yang terjadi di Jalur Gaza dengan Rwanda -- tempat sekitar 800.000 orang, sebagian besar etnis Tutsi dan Hutu, dibantai -- sudah jelas. Sebagai ketua Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda, Pillay mengatakan dirinya menyaksikan rekaman warga sipil dibunuh dan disiksa yang membekas "seumur hidup" baginya.

Chair of the Independent International Commission of Inquiry on the Occupied Palestinian Territory, including East Jerusalem, and Israel, South African judge Navi Pillay, gestures after a press conference in Geneva on September 16, 2025. (AFP)Pemimpin Komisi Penyelidikan Internasional Independen (COI), Navi Pillay, yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza Foto: AFP

Dikatakan oleh Pillay bahwa "saya melihat kemiripan" dengan apa yang terjadi di Jalur Gaza dan Rwanda. Dia juga menyebut soal "metode yang sama".

"Semua bukti (menunjukkan) bahwa Palestina sebagai kelompok yang menjadi sasaran (di Jalur Gaza)," sebutnya.

Para pemimpin Israel, kata Pillay, telah melontarkan pernyataan yang mengingatkan pada retorika jahat yang juga digunakan selama genosida Rwanda. Dia membandingkan komentar pemimpin Israel yang menyebut warga Palestina sebagai "binatang", dengan komentar ketika Tutsi disebut "kecoak".

Dalam kedua kasus, menurut Pillay, populasi yang menjadi target telah mengalami "dehumanisasi" atau dihilangkan harkat kemanusiaannya, yang menandakan bahwa "tidak apa-apa untuk membunuh mereka".

Akan Susun Daftar Tersangka untuk Pelanggaran di Gaza

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah merilis surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant atas dugaan kejahatan perang. Pillay mengakui bahwa mengamankan akuntabilitas tidak akan mudah, dan menekankan bahwa ICC "tidak memiliki sheriff atau kepolisian sendiri untuk melakukan penangkapan"

Namun dia juga menekankan bahwa tuntutan rakyat dapat membawa perubahan mendadak, seperti yang terjadi di negara asalnya, Afrika Selatan. "Saya tidak pernah menyangka apartheid akan berakhir semasa hidup saya," ucapnya.

Pillay menambahkan bahwa ke depannya, COI akan menyusun daftar tersangka pelaku pelanggaran-pelanggaran di Jalur Gaza, dan juga menyelidiki dugaan "keterlibatan" negara-negara pendukung Israel.

Namun pekerjaan itu sementara akan diserahkan kepada penggantinya, karena Pillay yang berusia 83 tahun ini akan meninggalkan COI pada November, dengan alasan usia dan masalah kesehatannya.

Simak Video 'Dirjen WHO Update Jumlah Pasien Kritis yang Dievakuasi dari Gaza':

Halaman 2 dari 2
(nvc/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads