Kelompok Hamas menuding Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk mengorbankan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza, dengan kembali melancarkan serangan besar-besaran terhadap daerah kantong Palestina tersebut.
Tudingan ini dilontarkan setelah militer Israel melancarkan serangan udara terbaru terhadap sejumlah area di Jalur Gaza pada Selasa (18/3) waktu setempat, ketika upaya untuk memperpanjang gencatan senjata mengalami kebuntuan.
Otoritas pertahanan sipil Gaza melaporkan lebih dari 220 orang tewas akibat serangan udara Israel tersebut, yang menghancurkan masa relatif tenang di wilayah itu sejak gencatan senjata disepakati pada 19 Januari lalu.
Atas serangan udara terbaru Israel itu, Hamas menuduh Netanyahu membatalkan perjanjian gencatan senjata, yang membuat nasib 59 sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza tidak jelas.
"Keputusan Netanyahu untuk melanjutkan perang adalah keputusan untuk mengorbankan tahanan pendudukan (sandera-red) dan menjatuhkan hukuman mati kepada mereka," kata pejabat senior Hamas, Izzat al-Rishq, dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Selasa (18/3/2025).
Dia menyebut Netanyahu menggunakan pertempuran di Jalur Gaza sebagai "sekoci penyelamat" politik untuk mengalihkan perhatian dari krisis internal dalam pemerintahannya.
Kantor Netanyahu sebelumnya menyebut serangan udara terbaru itu diperintahkan setelah "Hamas berulang kali menolak untuk membebaskan sandera kami, serta penolakannya terhadap semua usulan yang telah diterimanya dari Utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Steve Witkoff dan dari para mediator".
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
(nvc/ita)