"Dengan menggunakan perkiraan populasi Jalur Gaza pada tahun 2022 sebesar 2.375.259 jiwa, maka ini (total 186.000 kematian-red) berarti mencapai tujuh hingga sembilan persen dari total populasi di Jalur Gaza," imbuh laporan The Lancet tersebut.
Ditekankan oleh The Lancet dalam laporannya bahwa meskipun pemerintah Israel menentang angka kematian yang dirilis Kementerian Kesehatan Gaza, namun badan intelijen Israel, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganggap data itu akurat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Data ini didukung oleh analisis independen, yang membandingkan perubahan jumlah kematian staf Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) dengan yang dilaporkan Kementerian (Kesehatan Gaza), yang menyatakan bahwa klaim pemalsuan data tidak masuk akal," imbuh laporan The Lancet.
Menurut jurnal The Lancet, kehancuran infrastruktur secara besar-besaran di Jalur Gaza telah mempersulit pengumpulan data bagi Kementerian Kesehatan di wilayah yang dilanda perang tersebut.
"Kementerian harus meningkatkan pelaporan seperti biasa, berdasarkan orang-orang yang meninggal di rumah sakit atau yang dibawa dalam keadaan sudah meninggal, dengan informasi dari sumber media yang bisa diandalkan dan para petugas pertolongan pertama," sebut The Lancet dalam laporannya.
"Perubahan ini tidak bisa dihindari telah menurunkan data yang tercatat sebelumnya. Akibatnya, Kementerian Kesehatan Gaza kini melaporkan secara terpisah jumlah jenazah tidak dikenal di antara total korban tewas," imbuh laporan tersebut.
Laporan The Lancet juga menyebut bahwa jumlah jenazah yang masih tertimbun reruntuhan diperkirakan melebihi 10.000 orang, karena menurut perkiraan PBB, sebanyak 35 persen bangunan di Jalur Gaza telah hancur hingga 29 Februari lalu.
The Lancet, dalam laporannya, juga menyerukan "gencatan senjata segera dan mendesak di Jalur Gaza" serta dilakukannya "langkah-langkah untuk memungkinkan distribusi pasokan medis, makanan, air bersih, dan sumber daya lainnya untuk kebutuhan dasar manusia".
(nvc/ita)