Israel berencana menyerang Rafah dan memindahkan warga Palestina keluar dari wilayah tersebut ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza menjelang rencana invasi yang mungkin terjadi.
Dilansir Al Arabiya, Sabtu (4/5/2024), mengutip para pejabat AS dan kelompok-kelompok kemanusiaan, media POLITICO melaporkan pada hari Jumat (3/5) waktu setempat, Israel memiliki rencana untuk memindahkan warga Palestina di Rafah ke al-Mawasi, yang merupakan sebidang tanah di sepanjang pantai selatan Gaza.
Militer Israel dilaporkan mengirimkan peta daerah tersebut kepada para pekerja kemanusiaan minggu ini, lapor POLITICO.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Israel juga dilaporkan akan memulai invasi ke Rafah "segera" tanpa memberikan tanggal pastinya. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan tentaranya akan terus melakukan invasi dengan atau tanpa kesepakatan gencatan senjata.
Amerika Tolak Invasi Israel ke Rafah
Washington secara terbuka telah menyuarakan penolakannya terhadap invasi Israel ke Rafah, yang diyakini menampung sekitar 1,2 juta warga Palestina yang mencari perlindungan dari bombardir Israel di Gaza.
Sebelumnya, Gedung Putih mengatakan pada hari Jumat, bahwa mereka belum melihat rencana komprehensif mengenai rencana Israel untuk melakukan invasi ke Rafah.
AS, bersama dengan Mesir dan Qatar, telah bekerja keras untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang juga akan membebaskan para sandera yang ditahan oleh Hamas.
Wanti-wanti WHO soal Invasi Israel ke Rafah
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mewanti-wanti bahwa invasi militer Israel ke kota Rafah di Gaza selatan dapat menyebabkan "pertumpahan darah". Badan Kesehatan PBB itu mengumumkan rencana darurat terkait rencana serangan Israel ke Rafah.
Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (4/5/2024), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan kemungkinan invasi Israel ke Rafah berdampak pada 1,2 juta orang yang mengungsi di Rafah.
"WHO sangat prihatin bahwa operasi militer skala penuh di Rafah, Gaza, dapat menyebabkan pertumpahan darah, dan semakin melemahkan sistem kesehatan yang sudah rusak," kata Tedros dalam postingan di media sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter.
Dalam sebuah pernyataan, WHO mengumumkan rencana darurat, namun memperingatkan "sistem kesehatan yang rusak tidak akan mampu mengatasi lonjakan korban dan kematian akibat serangan Rafah".
"Ini sama sekali tidak akan mencegah tambahan angka kematian dan luka-luka yang diperkirakan disebabkan oleh operasi militer tersebut," ujar perwakilan WHO di wilayah Palestina Rik Peeperkorn kepada para wartawan di Jenewa, Swiss.
Simak juga Video 'PBB: 72 Persen Perumahan di Gaza Telah Hancur':