Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, menuding Israel menunda-menunda perundingan gencatan senjata di Jalur Gaza yang kini terhenti. Perundingan yang dimediasi Mesir itu menghasilkan sedikit kemajuan baru-baru ini, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menuduh posisi Hamas telah mempersulit perundingan.
"Pendudukan Zionis terus menunda-nunda, dan tidak menanggapi tuntutan adil dari kami untuk mengakhiri perang dan agresi," ucap Haniyeh dalam pernyataan yang direkam dan ditayangkan dalam pertemuan kelompok Hizbullah, sekutu Hamas, seperti dilansir AFP, Kamis (4/4/2024).
Kantor PM Israel, dalam pernyataannya pada Selasa (2/4) waktu setempat, mengumumkan bahwa tim perunding Tel Aviv telah kembali dari putaran perundingan lainnya di Kairo, Mesir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam kerangka perundingan, di bawah mediasi Mesir, para mediator merumuskan proposal terbaru untuk Hamas," sebut kantor PM Israel dalam pernyataannya.
Namun, seorang pejabat senior Hamas, Bassem Naim, menuturkan bahwa kelompoknya belum menerima proposal terbaru terkait gencatan senjata di Jalur Gaza.
"Gerakan ini belum menerima usulan apa pun dari mediator atau pendudukan (Israel) mengenai gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan," ucapnya.
Sementara Haniyeh, dalam pidatonya yang ditayangkan dalam pertemuan Hizbullah, menegaskan kembali persyaratan perdamaian yang diminta oleh Hamas.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Persyaratan itu mencakup gencatan senjata permanen, penarikan sepenuhnya pasukan Israel dari Jalur Gaza, kembalinya warga Gaza yang mengungsi akibat perang, masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, rekonstruksi penuh wilayah-wilayah yang hancur akibat perang, serta "kesepakatan pertukaran tahanan yang terhormat".
Haniyeh juga mengecam apa yang disebutnya sebagai "partisipasi langsung Amerika" dalam perang di Jalur Gaza dengan memasok persenjataan dan amunisi kepada militer Israel.
Pekan lalu, Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah memberikan persetujuan untuk pengiriman bom dan jet tempur senilai miliaran dolar Amerika ke Israel. Persetujuan diberikan setelah Washington secara terbuka menyatakan kekhawatiran dan penolakan terhadap rencana serangan darat Israel ke Rafah.
Laporan media terkemuka AS, The Washington Post, yang mengutip para pejabat Pentagon dan Departemen Luar Negeri AS, menyebut paket persenjataan terbaru untuk Israel itu mencakup lebih dari 1.800 bom MK84 seberat 2.000 pon dan 500 bom MK82 seberat 500 pon.