Lai Ching-te terpilih sebagai Presiden baru Taiwan. Lai Ching-te, bersumpah akan menjaga negaranya dari intimidasi China.
Dilansir AFP, Minggu (14/1/2024), Lai --yang dicap oleh Beijing sebagai ancaman terhadap perdamaian di kawasan yang menjadi titik konflik tersebut-- mendapatkan masa jabatan ketiga berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk Partai Progresif Demokratik (DPP) dalam Pemilu pada hari Sabtu. Sebelumnya Lai Ching-te menjabat sebagai Wakil Presiden Taiwan.
China mengklaim Taiwan yang demokratis, yang dipisahkan dari daratan oleh selat sepanjang 180 kilometer (110 mil), sebagai miliknya dan menolak mengesampingkan penggunaan kekerasan untuk mewujudkan 'unifikasi', bahkan jika konflik tampaknya tidak akan terjadi.
Beijing, yang sebelum pemungutan suara menyebut Lai sebagai 'bahaya besar' dan mendesak para pemilih untuk menghindarinya, mengatakan pada hari Sabtu bahwa hasil tersebut tidak akan menghentikan 'tren reunifikasi Tiongkok yang tidak dapat dihindari'.
Dalam pidato kemenangannya, Lai mengatakan dia akan menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, dan berjanji mempertahankan dari agresi China.
"Kami bertekad untuk menjaga Taiwan dari ancaman dan intimidasi yang terus berlanjut dari Tiongkok," katanya kepada para pendukungnya.
Dengan penghitungan suara dari seluruh TPS, Komisi Pemilihan Umum Pusat mengatakan Lai meraih 40,1 persen suara, mengungguli Hou Yu-ih dari oposisi Kuomintang (KMT) dengan 33,5 persen.
Pemilu ini diawasi dengan ketat oleh Beijing dan Washington, mitra militer utama Taiwan, ketika kedua negara adidaya tersebut berebut pengaruh di wilayah yang secara strategis penting tersebut.
Lai berterima kasih kepada rakyat Taiwan karena telah "menulis babak baru dalam demokrasi kita" dengan menentang ancaman dan peringatan dari Tiongkok yang merupakan negara satu partai.
"Kami menyampaikan kepada masyarakat internasional bahwa antara demokrasi dan otoritarianisme, kami akan berpihak pada demokrasi," katanya, seraya menambahkan bahwa ia juga akan berusaha menjalin pertukaran dengan Tiongkok.
Sebelumnya, jutaan warga Taiwan pada hari Sabtu (13/1) memilih presiden baru di tengah ancaman dari China bahwa pemilihan pemimpin yang salah dapat memicu perang di pulau yang memiliki pemerintahan sendiri tersebut.
Dilansir kantor berita AFP, pemilihan umum dimulai pada pukul 8:00 pagi waktu setempat di hampir 18.000 tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Taiwan, dengan hampir 20 juta orang berhak memberikan suara.
Pemerintah China mengklaim Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sebagai wilayahnya, dan mengatakan pihaknya tidak akan mengesampingkan penggunaan kekerasan untuk mewujudkan "unifikasi".
Sebelumnya, beberapa hari menjelang pemilu Taiwan, Beijing mengecam capres terdepan Lai Ching-te, wakil presiden Taiwan saat ini, sebagai seorang "separatis" yang berbahaya. Beijing bahkan mengingatkan para pemilih untuk membuat "pilihan yang tepat" jika mereka ingin menghindari perang.
(yld/idn)