Israel membantah pihaknya berusaha memaksa warga sipil Palestina di Jalur Gaza untuk mengungsi dan meninggalkan rumah-rumah mereka secara permanen saat perang melawan Hamas berkecamuk.
Bantahan itu disampaikan setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan kekhawatiran atas ratusan ribu warga sipil di Jalur Gaza yang terpaksa melarikan diri dari rentetan serangan udara Israel. Demikian seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Senin (4/12/2023).
Dalam penghitungan terbarunya, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada PBB menyebut sekitar 1,8 juta orang di Jalur Gaza, atau sekitar 75 persen populasi, telah mengungsi akibat perang. Banyak di antara mereka terpaksa mengungsi ke tempat penampungan yang penuh sesak dan tidak higienis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbicara kepada wartawan pada Senin (4/12) waktu setempat, juru bicara militer Israel Jonathan Conricus menegaskan pihaknya tidak berusaha memaksa warga sipil Gaza untuk meninggalkan rumah mereka secara permanen.
"Kami tidak berusaha untuk menggusur siapa spun, kami tidak berusaha untuk memindahkan siapa pun dari mana pun secara permanen," tegas Conricus.
"Kami telah meminta warga sipil untuk mengevakuasi medan pertempuran dan kami telah menyediakan zona kemanusiaan yang ditunjuk di dalam wilayah Jalur Gaza," ujarnya, merujuk pada wilayah pesisir kecil bernama Al-Mawasi.
Setiap imbauan agar warga Palestina mengungsi massal sangat kontroversial di dunia Arab, karena perang yang berujung pada berdirinya negara Israel sekitar 75 tahun lalu yang telah memicu eksodus atau pengungsian paksa dari 760.000 warga Palestina -- peristiwa yang dikenal sebagai 'Nakba' atau berarti 'bencana'.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Israel menyatakan perang terhadap Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, setelah serangan mengejutkan pada 7 Oktober lalu. Para pejabat Tel Aviv melaporkan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, tewas akibat serangan itu dan 240 orang lainnya disandera.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 15.500 orang tewas akibat rentetan serangan Israel selama lebih dari delapan pekan terakhir. Dampak pengeboman dan operasi darat Israel terhadap Jalur Gaza telah memicu kekhawatiran internasional.
Sejak berakhirnya gencatan senjata pekan lalu, setelah berlangsung selama tujuh hari dan memungkinkan pembebasan puluhan sandera Israel yang ditukar tahanan Palestina, militer Tel Aviv semakin memperluas serangannya terhadap Jalur Gaza.
Lebih lanjut, Conricus mengakui situasi di Jalur Gaza saat ini 'sulit'.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menyatakan bahwa 'orang-orang seharusnya bisa tetap tinggal di Gaza, rumah mereka'.