Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Gilad Erdan memasang simbol bintang kuning pada jasnya saat menghadiri sidang darurat Dewan Keamanan PBB pada Senin (30/10) waktu setempat. Apa maksudnya?
Seperti dilansir AFP, Selasa (31/10/2023), simbol bintang kuning yang dikenakan Erdan itu memiliki tulisan berbunyi 'Never Again'. Dalam pernyataannya, Erdan menegaskan akan terus memakai simbol bintang kuning itu hingga PBB mengecam 'kekejaman' Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober lalu.
"Beberapa dari Anda tidak belajar apapun dalam 80 tahun terakhir. Beberapa dari Anda lupa mengapa badan ini dibentuk," ucap Erdan saat berbicara di hadapan anggota Dewan Keamanan PBB dalam rapat pada awal pekan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia kemudian mengecam Dewan Keamanan PBB karena 'tetap diam' atas serangan mematikan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Hamas terhadap Israel pada awal bulan ini, yang dilaporkan menewaskan lebih dari 1.400 orang.
Serangan Hamas itu mendorong Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap Jalur Gaza, yang sejauh ini dilaporkan menewaskan lebih dari 8.300 orang, dengan separuhnya merupakan anak-anak.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara terpecah-belah soal konflik terbaru ini, dan belum mengadopsi satu resolusi pun terkait perang antara Israel dan Hamas yang sudah berlangsung selama tiga pekan terakhir.
"Jadi, saya akan mengingatkan Anda. Mulai hari ini, setiap kali Anda melihat saya, Anda akan ingat apa artinya tetap diam saat menghadapi kejahatan," cetus Erdan dalam pernyataannya.
![]() |
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan Video 'PBB Bicara Sulitnya Kirim Bantuan ke Gaza':
"Sama seperti kakek-nenek saya, dan kakek-nenek dari jutaan orang Yahudi, mulai sekarang saya dan tim saya akan memakai bintang kuning," ucapnya, merujuk pada bintang kuning yang sebelumnya terpaksa dipakai oleh orang-orang Yahudi oleh Nazi.
Namun, Erdan menyatakan dirinya memakai bintang kuning ini 'sebagai simbol kebanggaan'.
"Kami akan memakai bintang ini sampai Anda semua terbangun dan mengecam kekejaman Hamas," tegasnya.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyebut serangan Hamas pada 7 Oktober lalu sebagai serangan terburuk terhadap orang-orang Yahudi sejak Holocaust, ketika enam juta warga Yahudi Eropa dibantai oleh Nazi selama Perang Dunia II silam.
Selama beberapa pekan terakhir, Dewan Keamanan PBB yang terpecah soal perang dan dampaknya, telah menolak empat draf resolusi soal konflik tersebut. Beberapa draf resolusi diblokir oleh Amerika Serikat (AS), sekutu dekat Israel, karena tidak menyebutkan hak Israel untuk membela diri.
Sedangkan draf resolusi lainnya yang diajukan AS diblokir oleh Rusia dan China karena tidak secara jelas menyerukan gencatan senjata.
Di tengah kebuntuan itu, Majelis Umum PBB yang menggelar rapat pada Jumat (27/10) lalu berhasil meloloskan resolusi yang tidak mengikat, yang isinya menyerukan 'gencatan senjata kemanusiaan segera' di Jalur Gaza, namun tanpa menyebut Hamas. Israel marah dan menolak resolusi itu.
Sementara itu, dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB yang digelar pada Senin (30/10) waktu setempat, beberapa pembicara mengecam serangan Hamas, namun juga menyoroti dampak yang harus dibayar oleh penduduk sipil Jalur Gaza. Lebih dari 8.300 orang yang sebagian besar warga sipil tewas di wilayah itu.
Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, Philippe Lazzarini, menyebut pengepungan Israel terhadap Jalur Gaza sama saja dengan hukuman kolektif terhadap penduduknya. Hukuman kolektif dilarang oleh hukum internasional.