Kudeta Militer di Afrika, Dulu Niger Kini Gabon

Kudeta Militer di Afrika, Dulu Niger Kini Gabon

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 31 Agu 2023 23:16 WIB
Soldiers of the Republican Guard stand on their armed pick-up in a street in Libreville, Gabon August 30, 2023 REUTERS/Scott Ngokila NO RESALES. NO ARCHIVES
Pihak militer pengkudet Presiden Gabon (REUTERS/STRINGER)
Jakarta -

Politik Afrika memanas. Satu negara terjadi kudeta, disusul negara lain yang juga mengalami kondisi serupa. Bila Bulan lalu Niger, kini Gabon.

Niger, negara di Afrika Barat, yang sebelumnya dipimpin oleh Presiden Mohamed Bazoum, mengalami pergolakan politik luar biasa. Pada 26 Juli lalu, Presiden Bazoum dikudeta.

Seperti biasa, pelaku kudeta adalah militer. Pasukan Pengamanan Presiden Niger jadi pengambil alih kekuasaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemimpin kudeta adalah Kolonel Mayor Amadou Abdramane. Mereka kemudian menahan Presiden Bazoum dan keluarganya. Pihak yang menahan Bazoum tentu saja adalah pasukan pengawal presiden yang seharusnya menjaga presiden.

Presiden Niger Mohamed Bazoum (Boureima Hama/Pool Photo via AP/File)Presiden Niger Mohamed Bazoum (Boureima Hama/Pool Photo via AP/File)

Dukabsur Reuters dan AFP, Kolonel Mayor Abdramane mengumumkan semua institusi di Niger akan ditangguhkan, perbatasan ditutup, dan jam malam diberlakukan. Pendukung Bazoum mendatangi kompleks Istana Kepresidenan namun dibubarkan oleh personel Pengawal Kepresidenan dengan tembakan peringatan.

ADVERTISEMENT

Situasi memanas. Massa pro-militer melakukan aksi pembakaran dan penjarahan. Amerika Serikat (AS) mengutuk aksi kudeta ini. Duta Besar Perancis diusir. Suara-suara simpati ke Rusia dan Vladimir Putin terdengar di Niger.

Kini giliran Gabon yang dilanda kudeta. Simak halaman selanjutnya:

Kudeta di Gabon

Di Afrika Tengah, ada Gabon yang dilanda kudeta pada Rabu (30/8) dini hari. Dilansir AFP, sekelompok perwira militer menyatakan semua institusi republik telah dibubarkan dan hasil pemilu dibatalkan. Perbatasan negara juga ditutup.

Presiden Gabon yang dikudeta bernama Ali Bongo Ondimba. Pelaku kudeta adalah Kepala Garda Republik, Jenderal Brice Oligui Nguema atau biasa disebut sebagai Oligui.

Dalih kudeta adalah pemilu curang dan pemerintah gagal. Pemilu yang disebut-sebut menjadi alasan kudeta telah digelar pada 28 Agustus 2023 dengan Ali Bongo sebagai pemenangnya (lagi).

Bongo, 64 tahun, yang keluarganya telah memerintah Gabon selama lebih dari 55 tahun, kini ditempatkan di bawah tahanan rumah. Salah satu putranya ditangkap karena pengkhianatan, kata para pemimpin kudeta.

Soldiers of the Republican Guard stand on their armed pick-up in a street in Libreville, Gabon August 30, 2023 REUTERS/Scott Ngokila NO RESALES. NO ARCHIVESPresiden Gabon dikudeta, Ali Bongo Ondimba. (REUTERS/Scott Ngokila NO RESALES. NO ARCHIVES Foto: REUTERS/STRINGER)

"Saat ini, negara ini sedang mengalami krisis kelembagaan, politik, ekonomi dan sosial yang serius," menurut pernyataan militer pengkudeta yang dibacakan di TV pemerintah.

Putra Bongo dan penasihat dekatnya Noureddin Bongo Valentin, kepala stafnya Ian Ghislain Ngoulou serta wakilnya, dua penasihat presiden lainnya dan dua pejabat tinggi di Partai Demokrat Gabon (PDG) yang berkuasa "telah ditangkap," kata seorang pemimpin militer.

Mereka dituduh melakukan makar, penggelapan, korupsi dan memalsukan tanda tangan presiden, serta tuduhan-tuduhan lainnya, katanya.

Selanjutnya, Bongo otoriter:

Bongo otoriter

Leonard Mbulle-Nziege, seorang ahli ekonomi politik dan mahasiswa doktoral di Universitas Cape Town, mengatakan kepada DW bahwa keluarga Bongo terus merongrongkan demokrasi selama lebih dari lima dekade berkuasa.

"Gabon adalah apa yang bisa disebut sebagai rezim otoriter pemilu," kata Mbulle-Nziege. "Meskipun pemilihan multi-partai dilakukan secara teratur, yaitu setiap tujuh tahun sekali, lembaga-lembaga demokrasi, supremasi hukum, semuanya telah ditumbangkan oleh kekuasaan keluarga Bongo."

Mbulle-Nziege juga mengatakan bahwa kegagalan untuk merespons secara signifikan terhadap kudeta militer di Afrika, yang baru-baru ini juga terjadi di Niger, membuktikan bahwa militer Gabon telah mampu mengambil keuntungan dari situasi itu.

Namun tidak seperti di Niger, "Rusia hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil" di Gabon.

Sementara itu, Wartawan Gabon Jocksy Ondo Louemba menyebut pemilu Sabtu (26/08) lalu itu sebagai pemilu yang "tidak adil dan tidak masuk akal".

Dia mengatakan kepada DW bahwa keberhasilan kudeta militer ini bergantung pada ketidakpuasan yang mendalam di kalangan para militer. Louemba juga menambahkan bahwa menggulingkan rezim saat ini akan gagal, jika tidak mendapat dukungan luas.

Louemba juga menjelaskan bahwa mantan Presiden Omar Bongo telah "membeli lawan-lawan politik," putranya, Presiden Ali Bongo saat ini, untuk "menentang dialog," seraya menambahkan kepada DW bahwa, "dia (Presiden Omar Bongo) pikir, dia bisa mencapai segalanya dengan kekerasan dan kekuatan polisi."

Halaman 2 dari 3
(dnu/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads