Serangan brutal di sebuah sekolah di Uganda telah menewaskan sedikitnya 41 orang, sebagian besar merupakan pelajar. Belasan orang lainnya masih hilang setelah para militan melakukan pembantaian pada Jumat (16/6) waktu setempat tersebut.
Dilansir kantor berita AFP, Senin (19/6/2023), Presiden Yoweri Museveni, dalam pernyataan pertamanya sejak serangan itu, berjanji akan memburu para militan "hingga musnah".
Para pejabat Uganda mengatakan bahwa para korban dibacok, ditembak, dan dibakar dalam serangan larut malam di Sekolah Menengah Lhubiriha di Mpondwe, yang terletak kurang dari dua kilometer (1,2 mil) dari perbatasan dengan Republik Demokratik Kongo. Ini merupakan serangan terburuk di Uganda sejak tahun 2010.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Otoritas Uganda menyalahkan Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), sebuah kelompok militan yang berbasis di Kongo atas pembantaian ini. Pihak berwenang Uganda saat ini masih mengejar para penyerang yang melarikan diri kembali ke perbatasan dengan menculik enam orang.
"Tindakan mereka -- aksi teroris yang pengecut dan putus asa -- tidak akan menyelamatkan mereka," kata Museveni.
Lima belas orang lainnya dari masyarakat, termasuk lima anak perempuan, masih hilang, kata Eriphaz Muhindi, ketua distrik Kasese, yang berbatasan dengan Kongo.
Seorang warga menceritakan kondisi yang dialami korban tewas. "Kami berbondong-bondong (ke) rumah sakit dan menemukan banyak mayat -- anak laki-laki dan perempuan, beberapa dibacok dengan parang, yang lain dipukul dengan palu di kepala," ujar seorang petani, Roti Masereka, kepada AFP.
Dia pulang dari rumah sakit dengan membawa jenazah saudara laki-lakinya -- Mbusa Kirurihandi, 35 tahun, seorang satpam di sekolah -- dan putranya yang berusia 17 tahun.
Tapi putra ketiga, berusia 15 tahun, hilang.
"Hari ini kami sudah menguburkan dua jenazah, bapak dan anaknya. Tapi kami masih mencari anak yang hilang itu," ujarnya.
Di antara para korban tewas, sebanyak tujuh belas korban hangus terbakar tanpa bisa dikenali setelah para penyerang membakar asrama sekolah. Guna mengidentifikasi para korban tersebut, jasad mereka telah dibawa untuk dilakukan tes DNA, sebuah proses yang bisa memakan waktu lama.
Simak Video 'Pembantaian Dalam Sekolah di Uganda, 37 Dibunuh-6 Diculik':
Para pejabat mengatakan 37 pelajar tewas -- 17 siswa di asrama pria yang dibakar, dan 20 pelajar perempuan yang sempat lari tetapi dibacok sampai mati.
Elias Kule, seorang korban selamat berusia 18 tahun, mengatakan para pelajar putra mengunci pintu asrama mereka ketika mendengar suara tembakan dan melihat orang-orang bersenjata memasuki sekolah.
Dia mengatakan para penyerang membawa palu, cangkul, pisau, pangas (parang) dan senjata api. Dia mengatakan para penyerang mulai menembak melalui jendela dan pintu, mengenai setidaknya satu siswa, sebelum melemparkan "bom" ke asrama yang memicu kebakaran.
"Saya kehabisan oksigen, saya menutup mulut dan hidung saya dengan kain... Saya mengambil darah dan mengoleskannya ke kepala dan telinga untuk membuat saya terlihat sudah mati," katanya, menunggu sampai keadaan aman untuk melarikan diri.
Empat korban tewas lainnya adalah non-pelajar, termasuk satpam.