Memoar terbaru yang akan diterbitkan Pangeran Harry memicu unjuk rasa di Afghanistan dan memancing kemarahan Taliban. Penyebabnya adalah pengakuan Pangeran Harry soal dirinya menewaskan 25 orang, yang disebut sebagai petempur Taliban, dalam misi militer di Afghanistan satu dekade lalu.
Seperti dilansir Associated Press, Senin (9/1/2023), memoar berjudul 'Spare' yang akan terbit 10 Januari itu memuat banyak informasi yang belum pernah diketahui publik sebelumnya soal sang Pangeran Inggris yang beberapa tahun lalu memutuskan berhenti dari tugas-tugas kerajaannya tersebut.
Dalam memoarnya, Harry menuliskan bahwa dirinya membunuh lebih dari dua lusin militan Taliban saat bertugas sebagai co-pilot penembak helikopter Apache di Afghanistan tahun 2012-2013 lalu. Disebutkan Harry bahwa dirinya tidak merasa puas juga tidak merasa malu atas tindakannya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harry dalam memoarnya menuliskan bahwa di tengah panasnya pertempuran saat itu, setiap kombatan musuh sebagai 'bidak-bidak catur' yang harus disingkirkan.
"Orang-orang jahat harus disingkirkan sebelum mereka membunuh orang-orang baik," tulis Harry dalam memoarnya.
Menyusul diungkapkannya isi memoar Harry oleh media, unjuk rasa digelar di wilayah Afghanistan bagian barat. Sekitar 20 mahasiswa dan staf fakultas di sebuah universitas lokal di Provinsi Helmand, menggelar aksi protes pada Minggu (8/1) waktu setempat.
Provinsi Helmand merupakan provinsi di mana pasukan Inggris sebagian besar ditempatkan selama operasi NATO dan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) berlangsung di Afghanistan.
"Kami mengecam tindakannya (Pangeran Harry) yang bertentangan dengan semua norma kemanusiaan," ucap salah satu demonstran di lokasi.
Beberapa demonstran tampak membawa poster dengan gambar Harry yang diberi tanda 'X' besar dengan warna merah.
Simak juga video 'Alasan Pangeran Harry Beberkan Perseteruan Kerajaan Inggris':
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Salah satu dosen pada universitas tersebut, Sayed Ahmad Sayed, mengutuk Harry atas perannya dalam operasi militer Inggris di Afghanistan.
"Kekejaman yang telah dilakukan oleh Pangeran Harry, teman-temannya, atau siapa saja di Helmand atau di mana saja di Afghanistan adalah tidak bisa diterima dan kejam. Tindakan ini akan diingat oleh sejarah," tegasnya dalam unjuk rasa tersebut.
Pasukan NATO dan tentara AS menarik diri pada Agustus 2021 lalu, setelah selama 20 tahun menjalankan misi di Afghanistan melawan pemberontakan Taliban. Mundurnya pasukan Barat itu membuka jalan bagi Taliban untuk kembali berkuasa di Afghanistan.
Pengakuan Harry soal dirinya membunuh 25 orang yang disebutnya petempur Taliban, juga memancing kemarahan para pejabat Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan. Para veteran militer Inggris juga menyampaikan keprihatinannya atas pengakuan Harry itu.
Bahkan ada seruan agar Harry diadili atas tindakannya di Afghanistan itu.
"Kami meminta komunitas internasional untuk mengadili orang ini (Pangeran Harry-red), dan kami harus mendapatkan kompensasi atas kerugian kami," cetus Mullah Abdullah, yang kehilangan empat anggota keluarganya dalam apa yang disebutnya sebagai serangan udara Inggris di Helmand tahun 2011.
"Kami kehilangan rumah, hidup dan anggota keluarga. Kami kehidupan mata pencaharian dan juga orang-orang yang kami cintai," imbuhnya.
Direktur media untuk Gubernur Helmand, Mawlavi Mohammad Qasim, dari Taliban menyebut pengakuan Harry dalam memoarnya 'mengungkapkan wajah sesungguhnya dari dunia Barat'.
"Itu menjadi indikasi jelas untuk tindakan kejam dan mengerikan mereka," sebutnya.