Pemerintah Australia mengkritik kurangnya transparansi virus Corona (COVID-19) di China. Canberra juga menegaskan akan menerapkan aturan wajib tes Corona untuk seluruh pelancong yang datang dari wilayah China di tengah melonjaknya kasus COVID-19 di negara tersebut.
Seperti dilansir AFP, Rabu (4/1/2023), semakin banyak negara, termasuk seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis dan Jepang, yang memberlakukan persyaratan tes Corona yang lebih ketat untuk seluruh pelancong yang tiba dari China.
Persyaratan itu menuai kecaman keras dari otoritas Beijing yang menyebutnya 'tidak bisa diterima' dan mengancam akan mengambil langkah balasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Otoritas Australia sendiri memberlakukan persyaratan yang sama mulai Kamis (5/1) besok, dengan semua pelancong yang tiba dari daratan utama China, Hong Kong dan Macau harus memberikan hasil tes negatif Corona yang diambil tidak kurang dari 48 jam sebelum keberangkatan ke Australia.
Aturan itu mengesampingkan rekomendasi kepala otoritas medis Australia Paul Kelly, yang menyarankan pemerintah untuk tidak memberlakukannya. Dalam arahannya untuk pemerintah Australia, Kelly menyebut persyaratan wajib tes Corona tidak memiliki 'alasan kesehatan masyarakat yang memadai'.
"Ada konsensus kuat bahwa penerapan pembatasan apapun untuk perjalanan dari China pada saat ini akan inkonsisten dengan pendekatan nasional saat ini terhadap pengendalian COVID-19 dan tidak proporsional dengan risikonya," sebut Kelly dalam arahannya.
Namun Treasurer Australia Jim Chalmers menegaskan bahwa pemerintah mengambil langkah itu karena 'sangat berhati-hati'.
"Ini tentang bagian dunia di mana kami memiliki kekhawatiran soal transparansi," ucap Chalmers kepada televisi nasional ABC.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan Video 'China Nilai Pembatasan yang Targetkan Pelancongnya Tak Masuk Akal':
Saat ditanya apakah pembatasan itu didasari motif politik, Chalmers mengatakan dirinya tidak memandangnya seperti itu.
"Pasti ada banyak kekhawatiran dalam komunitas kesehatan global soal transparansi dan kualitas data yang kita lihat di China soal COVID," sebutnya.
Data yang dikumpulkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan tidak ada angka COVID-19 yang baru dari China selama lebih dari sepekan.
Tahun 2020 lalu, pemerintahan Australia sebelumnya memancing kemarahan China dengan mendorong penyelidikan internasional soal asal-usul COVID-19, yang pertama terdeteksi di kota Wuhan. Sementara pemerintahan Australia saat ini tengah berupaya memperbaiki hubungan dengan China.
China Kecam Aturan Tes Corona, AS Tegaskan Sesuai Sains
Reaksi keras yang diberikan China terhadap aturan wajib tes Corona ditanggapi santai oleh AS. Dalam pernyataan terbaru, Washington DC menegaskan bahwa aturan itu telah didasarkan pada sains dan diterapkan karena kurangnya transparansi dari Beijing soal lonjakan kasus Corona di wilayahnya.
AS mewajibkan setiap penumpang udara yang berusia 2 tahun ke atas dari wilayah China untuk memberikan hasil tes negatif Corona saat memasuki wilayahnya.
"Ini adalah pendekatan yang semata-mata dan secara eksklusif didasarkan pada sains," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price kepada wartawan, seperti dilansir AFP.
Price menjelaskan langkah-langkah yang diambil AS itu memiliki 'kekhawatiran kesehatan masyarakat yang mendasarinya'.
"Karena adanya lonjakan kasus COVID-19 di RRC (Republik Rakyat China) dan kurangnya data pengurutan genom epidemiologi dan virus yang memadai dan transparan yang dilaporkan dari RRC," jelasnya.