China menyebut pembatasan internasional yang semakin meningkat terkait virus Corona (COVID-19) terhadap para pelancong dari wilayahnya sebagai hal yang 'tidak bisa diterima'. Belasan negara menerapkan pembatasan Corona terbaru untuk para pelancong yang datang dari wilayah China.
Seperti dilansir AFP, Selasa (3/1/2023), negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, Jepang dan Prancis bersikeras mewajibkan semua pelancong dari China untuk memberikan hasil tes negatif Corona sebelum kedatangan, di tengah kekhawatiran adanya lonjakan kasus COVID-19.
Lonjakan tajam kasus Corona terjadi setelah China pada bulan lalu secara tiba-tiba mencabut pembatasan ketat yang diberlakukan selama beberapa tahun terakhir saat pandemi merajalela, dengan rumah-rumah sakit dan krematorium kewalahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Beijing mendorong pembukaan kembali yang ditunggu sejak lama, dengan pekan lalu mengumumkan diakhirinya aturan wajib karantina untuk kedatangan di China. Langkah itu mendorong warga China untuk merencanakan perjalanan ke luar negeri.
"Beberapa negara telah menerapkan pembatasan masuk yang hanya menargetkan para pelancong China," sebut juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers.
"Ini tidak memiliki dasar ilmiah dan beberapa praktik tidak dapat diterima," tegasnya.
Mao juga memperingatkan bahwa China bisa 'mengambil tindakan balasan berdasarkan prinsip timbal balik'.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan Video 'Potret Rumah Sakit di Shanghai yang Padat Pasien Covid-19':
Secara terpisah, Perdana Menteri (PM) Prancis Elisabeth Borne membela pembatasan yang diberlakukan negaranya saat ditanya soal reaksi China. "Saya pikir kami menjalankan tugas kami dalam meminta tes. Kami akan terus melakukannya," tegas Borne kepada radio Franceinfo.
Aturan yang diberlakukan sejumlah negara, termasuk Prancis, berlaku untuk semua pelancong yang datang dari wilayah China -- bukan hanya untuk warga negara China -- sementara Beijing terus membatasi para pengunjung yang masuk ke wilayahnya dan tidak menerbitkan visa untuk turis maupun mahasiswa asing.
Beberapa negara, seperti AS, menyebut kurangnya transparansi oleh China soal data infeksi COVID-19 dan risiko munculnya varian baru Corona sebagai alasan menerapkan pembatasan tersebut.
China diketahui hanya mencatat 22 kematian Corona sejak Desember dan secara dramatis mempersempit kriteria dalam mengklasifikasikan kematian terkait Corona -- yang berarti data statistik Beijing soal gelombang terbaru Corona di wilayahnya dipandang secara luas tidak mencerminkan kenyataan.