Amerika Serikat (AS) menanggapi reaksi keras yang diberikan China terhadap peraturan wajib tes virus Corona (COVID-19) untuk para pelancong dari wilayahnya di tengah lonjakan kasus Corona di negara itu. AS menegaskan bahwa peraturan itu telah didasarkan pada sains.
Washington DC dalam pernyataan terbaru juga menyebut aturan wajib tes Corona itu diterapkan karena kurangnya transparansi dari Beijing soal lonjakan kasus Corona di wilayahnya beberapa waktu terakhir.
Otoritas China, pada Selasa (3/1) waktu setempat, menyebut pembatasan internasional yang semakin meningkat terkait Corona terhadap para pelancong dari wilayahnya sebagai hal yang 'tidak bisa diterima'. Belasan negara, termasuk AS, menerapkan pembatasan Corona terbaru untuk para pelancong dari China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AS mewajibkan setiap penumpang udara yang berusia 2 tahun ke atas dari wilayah China untuk memberikan hasil tes negatif Corona saat memasuki wilayahnya.
"Ini adalah pendekatan yang semata-mata dan secara eksklusif didasarkan pada sains," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Rabu (4/1/2023). Price menjawab pertanyaan wartawan soal reaksi keras yang diberikan Beijing atas aturan wajib tes Corona.
Price menjelaskan langkah-langkah yang diambil AS itu memiliki 'kekhawatiran kesehatan masyarakat yang mendasarinya'.
"Karena adanya lonjakan kasus COVID-19 di RRC (Republik Rakyat China) dan kurangnya data pengurutan genom epidemiologi dan virus yang memadai dan transparan yang dilaporkan dari RRC," jelasnya.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak juga Video: Potret Rumah Sakit di Shanghai yang Padat Pasien Covid-19
Price menegaskan AS siap untuk berbagi pasokan vaksin Corona dengan China, yang selama ini gencar mempromosikan vaksin Corona produksinya sendiri di luar negeri. Para pakar kesehatan internasional diketahui menyebut vaksin Corona buatan China kurang efektif.
China dilanda lonjakan tajam kasus Corona setelah bulan lalu secara tiba-tiba mencabut pembatasan ketat yang diberlakukan selama beberapa tahun terakhir saat pandemi merajalela, dengan rumah-rumah sakit dan krematorium kewalahan.
Di tengah lonjakan itu, Beijing malah mendorong pembukaan kembali yang telah ditunggu sejak lama, dengan pekan lalu mengumumkan diakhirinya aturan wajib karantina untuk kedatangan di China. Langkah itu mendorong banyak warga China untuk merencanakan perjalanan ke luar negeri.
Situasi itu membuat sejumlah negara memberlakukan pembatasan perjalanan untuk semua pelancong yang datang dari wilayah China -- bukan hanya untuk warga negara China saja. Pembatasan itu diprotes keras oleh Beijing yang menyebutnya 'tidak bisa diterima'.
"Beberapa negara telah menerapkan pembatasan masuk yang hanya menargetkan para pelancong China," sebut juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers pada Selasa (3/1).
"Ini tidak memiliki dasar ilmiah dan beberapa praktik tidak dapat diterima," tegasnya. Mao juga memperingatkan bahwa China bisa 'mengambil tindakan balasan berdasarkan prinsip timbal balik'.